Thursday, May 31, 2007

AKTUALISASI BINTER DR SIAPKAN KETAHANAN WILAYAH

KONSEPSI AKTUALISASI BINTER DALAM RANGKA
MENYIAPKAN KETAHANAN WILAYAH



PENDAHULUAN


1. Umum. Setelah berakhirnya era Perang Dingin, dunia saat ini telah memasuki suatu kurun waktu yang ditandai oleh saling ketergantungan (interdefendensi) antar bangsa yang semakin mendalam serta globalisasi dan saling keterkaitan antar masalah yang semakin erat. Berkat kemajuan-kemajuan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi dan transportasi, dunia terasa semakin menciut dan batas-batas negara semakin kabur. Peradaban umat manusia dewasa ini tengah memulai suatu masa peralihan, suatu zaman pancaroba yang berkepanjangan dan serba tidak menentu. Sendi-sendi tatanan politik dan ekonomi internasional, yang terbentuk seusai Perang Dunia II, mulai berguguran, sedangkan suatu tatanan dunia baru masih sedang mencari bentuknya dan masih jauh dari mapan. Bangsa-bangsa, negara-negara dan lembaga internasional pun tanpa kecuali harus menyesuaikan diri pada konstelasi global yang telah berubah dan sedang terus berubah sedemikian drastisnya. Arus perubahan global tersebut telah menghembuskan isu global yaitu demokratisasi, Hak Azasi Manusia (HAM) dan Lingkungan Hidup. Isu global tersebut berhembus semakin kencang berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya ternologi transportasi dan telekomunikasi. Saat ini tidak ada satupun tempat di dunia yang dapat bersembunyi dari jangkauan kedua hasil kemajuan dunia tersebut.

Berawal dari krisis Moneter yang terjadi di kawasan Asia, Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan yang sangat drastis, setelah mengalami krisis ekonomi akibat tidak mampu mengatasi krisis moneter yang berkepanjangan. Krisis ekonomi telah melahirkan krisis lain seperti krisis politik, krisis hukum dan krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Akibat dari multi krisis tersebut terjadi gerakan reformasi yang mengakhiri Pemerintahan Orde Baru yang telah berkuasa selama lebih dari tiga dasa warsa.
/Gerakan. . . . . . . .
Gerakan reformasi di Indonesia telah menyambut arus perubahan global yang melanda dunia dengan mengagendakan tiga isu reformasi yaitu demokrasi, Hukum dan HAM yang harus ditegakan di Indonesia. Jatuhnya pemerintahan Orde Baru telah membawa implikasi terhadap TNI, khususnya TNI AD yang dituduh sebagai dalang dibalik semua kebijakan pemerintahan Orde Baru saat itu.. Akibat dari semua itu, masyarakat mengujat TNI, menuntut pengakhiran fungsi Sosial Politik TNI, Pembubaran Koter, TNI tidak boleh berbisnis, mengadili para perwira yang terlibat pelanggaran HAM dan TNI kembali ke Barak. TNI AD selaku pemeran utama pelaksana Binter saat ini menghadapi dilema yang sulit untuk disikapi, setealah peran TNI dalam Sosial Politik diakhiri. Mengikuti semua tuntutan tersebut, berati TNI harus merubah secara drastis semua perangkat yang selama ini telah tertata dengan baik dan ini mengkin sulit dilakukan dalam waktu dekat. Tidak mengikuti tuntutan tersebut, maka TNI AD akan berhadapan dengan masyarakat yang selama ini selalu didekati TNI dalam mengdukung program kegiatannya. Dihadapkan pada situasi ini dan dalam rangka mencari formulasi baru pelaksanaan Binter dalam rangka menyiapkan ketahanan wilayah, tulisan ini mencoba mencari sulusi yang mungkin relevan dengan kondisi dimasa depan dengan masih tetap berorientasi pada motto “ terbaik bagi rakyat adalah terbaik bagi TNI “.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Memberikan gambaran tentang konsepsi aktualisasi Binter dalam rangka menyiapkan Ketahanan Wilayah..

b. Tujuan. Sebagai bahan masukan bagi pimpinan dalam menentukan kebijaksanaan lebih lanjut dalam merumuskan aktualisasi Binter dalam rangka menyiapkan ketahanan wilayah dimasa mendatang.

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Lingkup penulisan ini meliputi konsepsi aktualisasi Binter dalam rangka menyiapkan ketahanan wilayah dihadapkan dengan perkembangan situasi saat ini dan prediksi masa depan, dengan tata urut sebagai berikut :
a. Pendahuluan.
b. Landasan dan Latar Belakang Pemikiran.
c. Kondisi Binter Saat Ini.
d. Faktor yang Mempengaruhi.
/e. Analisis. . . . . . .
e. Analisis masalah Binter dan Aktualisasi Binter dalam rangka menyiapkan ketahanan wilayah.
f. Kesimpulan dan Saran.
g. Penutup.

4. Metoda dan Pendekatan. Tulisan ini menggunakan metode diskriptif analisis dengan pendekatan pengamatan langsung dilapangan.


LANDASAN DAN LATAR BELAKANG PEMIKIRAN

5. Umum. Beberapa tahun terakhir ini integritas dan keberadaan Koter didaerah cukup baik dan kondusif serta dubutuhkan oleh masyarakat. Koter dapat memerankan fungsinya di tengah masyarakat yang memang membutuhkan lembaga yang dapat memberikan pengayoman, sebab lembaga atau institusi lainnya cenderung dirasakan oleh masyarakat belum memberikan pengayoman yang memadai. Seiring dengan perubahan zaman khususnya di era reformasi saat ini, keberadaan Koter mulai dipertanyakan dan bahkan ada tuntutan sebagian komponen bangsa ini, agar Koter dibubarkan. Keterlibatan TNI dalam masalah politik di masa lalu menjadi penyebab tuntutan tersebut, disamping adanya penyimpangan yang dilakukan oleh para pelaku Koter di tengah masyarakat yang tidak lagi berpijak pada kepentingan masyarakat. Di sisi lain, beberapa lembaga diluar TNI telah direformasi, seperti Departemen Penerangan, Departemen Sosial dan Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga serta beberapa departemen dan insatansi lainnya, sebagai langkah pemerintah menyikapi tuntutan reformasi. Mencermati kondisi tersebut maka dalam pembahasan ini akan menjelaskan apa yang menjadi landasan dan latar belakang pemikiran tentang upaya Koter di daerah dihadapkan pada perkembangan situasi saat ini.

6. Landasan Hukum. Keberadaan Koter saat ini belum memiliki landasan hukum yang kuat, sebagai landasan operasional kegiatan Binter (de yure). Keberadaannya hanya berlandaskan pada kelembagaan TNI sebagai pemegang peran dan fungsi pembinaan teritorial.


/Konsekuensi. . . . . . . . .
Konskuensi logis dari Ketetapan MPR nomor: TAP/VII/MPR Tahun 2000 tenatang Fungsi dan Peran TNI dan Polri dan sistim pertahanan yang dianut secara nasional dapat dijadikan landasan hukum kegiatan Koter, tetapi harus didukung oleh perundang-undangan yang jelas. Hal ini memberikan fakta bahwa keberadaan Koter nyata dan dibutuhkan adanya ( de facto ). Tetapi apabila dikaji secara substansial dihadapkan pada tuntutan sistem pertahanan yang dianut, maka keberadaan Koter merupakan hal yang logis dengan pertimbangan geografi, demografi dan kondisi sosial yang ada. Dengan pertimbangan tersebut maka UUD 1945 pasal 30, UU no 20/Tahun 1982 serta perundang-undangan lainnya secara hukum dapat dijadikan acuan keberadaan Koter, namun demikian perlu adanya landasan hukum mengikat yang lebih kuat dalam operasionalnya.

7. Landasan Operasional. Dalam pelaksanaan kegiatan Koter untuk menyiapkan seluruh potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang berlandaskan pada Doktrin Sishankamrata. Sebagai pembina teritorial, Koter akan mengelola unsur geografi, demografi dan kondisi sosial masyarakat sebagai akibat dari permasalahan yang timbul pada kedua unsur sebelumnya. Penyiapan potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang sebagai persyarataan wilayah pertahanan harus dipersiapkan, sehingga memiliki ketahanan menghadapi segala bentuk ancaman, baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri. Dengan adanya landasan operasional tersebut telah menempatkan Koter pada posisi yang dibutuhkan pada sistim pertahanan negara sebagai instrumen yang berfungsi menyiapkan komponen pertahanan sesuai doktrin yang dianut.

8. Tuntutan agar Koter Dibubarkan. Beberapa pakar politik, hukum dan sosial serta militer dan bahkan beberapa pejabat birokrasi telah menyampaikan berbagai sumbang pemikiran tentang keberadaan Koter. Pada dasarnya para pemikir, baik dari inteltual sipil maupun militer, telah menyuarakan adanya tuntutan pembubaran terhadap Koter, karena disinyalir akan mampu mempengaruhi netralitas TNI dalam bidang politik untuk jangka panjang. Demikian gencarnya tuntutan tersebut disuarakan melalui berbagai media seperti seminar, diskusi dan pemberitaan di media masa, bahkan telah dirancang dalam suatu sistim periodeisasi yang meliputi periode jangka pendek, menengah dan panjang yang sangat sistemiatis. Pada jangka pendek rencana pembubaran Koter di Aceh, Pembubaran Babinsa, Koramil dalam jangka menengah dan Pembubaran Kodim, Korem dan Kodam dalam jangka panjang ( Kompas, tanggal 25 Nopember 1999). Tuntutan ini, seperti halnya peran sospol akan berimplikasi besar terhadap integritas TNI dan bahkan dapat mempengaruhi stabilitas nasional.
/Mengacu. . . . . . . . .
Mengacu pada norma universal yang berlaku terutama di negara-negara maju, maka tuntutan tersebut perlu ditanggapi serius, sebab tuntutan tersebut merupakan agenda global selaras dengan perubahan global yang sedang terjadi. Dilingkup Nasional, nampaknya tuntutan tersebut akan semakin gencar, seiring dengan proses demokratisasi yang memang sedang derasnya bergulir di Indonesia.

9. Undang-undang Otonomi Daerah. Penerapan Undang-Undang No.22/Tahun 1999 tentang Otonom Daerah telah dpercepat yaitu mulai tanggal 1 Januari 2001. Setelah penerapan undang-undang tersebut, maka menempatkan Pemda sebagai penguasa tunggal dan memiliki kewenangan penuh dalam mengelola semua potensi wilayah yang dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat untuk kepentingan pembangunan di daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dimasa lalu sebagian kewenangaan yang ada tersebut, terbagi habis olehPemda, TNI dan Polri serta unsur lainnya. Mengingat ada pengalihan wewenang yang besar kepada Pemda oleh Pemerintah Pusat, maka perlu adanya ketentuan baru yang mengatur, sehingga ada ketegasan dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan di daerah, khususnya dalam pelaksanaan Binter di daerah.

10. Perubahan Paradigma Pembangunan. Pemerintah pusat dalam Kabinet Pemerintahan Presiden K.H. Abdulrakhman Wahid saat ini, telah menetapkan paradigma baru pembangunan masyarakat, yaitu pembangunan masyarakat tidak lagi sepenuhnya diatur pemerintah atau birokrasi, tetapi diserahkan pada masyarakat itu sendiri. Implikasi dari paradigma baru tersebut, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk melikuidasi beberapa departemen dan instansi pemerintahan, diantaranya adalah Departemen Penerangan, Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga, Departemen Sosial, Badan Pertanahan dan beberapa departemen serta instansi lainnya. Dengan paradigma baru tersebut, maka secara kelembagaan tidak ada lagi campur tangan birokrasi dalam pemberdayaan masayarakat. Diharapkan masyarakat dengan LSM yang ada di daerah akan melakukan pembinaan dan pemberdayaan tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sendiri. Kenyataan yang ada pada dasarnya di negara maju fungsi tersebut pada umumnya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. Dikaitkan dengan Binter, maka Binter yang pada dasarnya pemberdayaan masyarakat dengan segala aspek yang ada disekitarnya menjadi tanggung jawab masyarakat itu sendiri. Keterlibatan pemerintah atau birokrasi terbatas sebagai motivator dan komunikator pembangunan.
/KONDISI. . . . . . . .

KONDISI BINTER SAAT INI

11. Umum. Pelaksanaan Binter saat ini berpedoman pada peraturan perundang-undangan, ketentuan hukum, budaya dan norma yang berlaku di lingkungan masyarakat serta ketentuan lain yang ada di lingkungan TNI. Rumusan Binter yang membina potensi Geografi, Demografi dan Kondisi Sosial setempat menjadi kekuatan, ruang dan alat juang untuk pertahanan, pada dasarnya merupakan pemberdayaan masyarakat dan lingkungannya itu sendiri. Namun demikian dalam pelaksanaannya masalah personil dan piranti lunak sebagai pelaksana dan perangkat pengendali sangat menentukan pelaksanaan Binter di lapangan. Untuk lebih memahami tentang kondisi obyektif Binter dihadapkan pada kenyataan Ketahanan Wilayah saat ini akan dijelaskan dalam uraian berikut ini.

12. Pembinaan Geografi. Pembinaan geografi dilaksanakan dengan konsep Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) suatu wilayah. Dengan ditetapkannya RUTR suatu wilayah maka ada pembatasan dalam pemanfaatan wilayah sesuai dengan peruntukan yang diatur dalam RUTR itu. Secara kelembagaan penentuan RUTR telah terkoordinasikan dengan baik, melalui rapat koordinasi secara berjenjang dari tingkat Desa samapi dengan Propinsi. Permasalahan yang terjadi adalah peruntukan yang tidak bernilai ekonomis biasanya selalu dikalahkan oleh peruntukan yang bernilai ekonomis. Terlebih dalam masa Orde Baru, walaupun sangat membahayakan keselamatan dan kepentingan masyarakat beserta lingkungannya, peruntukan untuk kepentingan ekonomi selalu diutamakan, sekalipun melanggar aturan yang ada dalam RUTR itu sendiri. Keterlibatan Koter dalam menentukan RUTR sepertinya ikut mencampuri urusan instansi lain. Disamping itu belum pernah ada masukan yang berarti dari Koter tentang gejala adanya ancaman terhadap ketidak seimbangan yang terjadi di suatu wilayah, sehingga menimbulkan bencana alam seperti kebanjiran, tanah longsor dan kebakaran yang pada akhirnya menimbulkan korban cukup besar baik nyawa maupun harta masyarakat. Kegiatan dalam pembinaan Goegrafi terbatas pada minitoring laporan dari instansi lain yang memang lebih berkompeten dalam bidang tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peran Binter dalam pembinaan Geografi tidak efisien dan kurang proporsional.

/14. Pembinaan. . . . . . . .
13. Pembinaan Demografi. Secara kelembagan pembinaan masyarakat selama ini dilaksanakan oleh unsur-unsur pemerintahan. Pendataan jumlah penduduk, strata sosial dan hal-hal lain yang berkaitan dengan masyarakat semuanya telah dilakukan oleh instansi yang berkompeten di bidangnya. Pelayanan masyarakat sesuai kebutuhan seperti pendidikan, kesehatan, keamanan dan lain-lain sepenuhnya dilakukan oleh instansi lain. Keterlibatan Koter selaku aparat Binter selama ini hanya terbatas pada pendataan dan membantu ikut serta dalam memberi pelayanan pada masyarakat. TNI manunggal, TMD dan berbagai macam program TNI untuk memberdayakan masyarakat sebenarnya telah tidak mendidik masyarakat itu sendiri. Sebab yang diberikan kepada masyarakat adalah “ ikan bukan pancingnya”. Hal yang dapat dicatat sebagai prestasi adalah dalam memberdayakan masyarakat melalui upaya meningkatkan kesadaran dalam bela negara.

14. Pembinaan Kondisi Sosial. Sasaran Binter pada Kondisi Sosial yang meliputi idiologi, Politik, ekonomi, sosisl budaya dan Hanmak (IPOLEKSOSBUDHAMKAM) pada masa lalu sangat menonjok pada bidang idiologi dan politik saja. Keterlibatan Koter dalam pelaksanaan Binter terwakili dengan fungsi Sospol TNI dimasa lalu. Pengelolaan pelaksanaan Binter dilaksanakan oleh fungsi pemerintahan yang dipimpin oleh personil TNI. Setelah terjadi gerakan reformasi yang telah menumbangkan perintahan Orde Baru, Koter terbukti gagal total dalam upaya pembinaan tersebut. Krisi ekonomi yang terjadi di Indonesia, kerusuhan dibeberapa daerah, gagalnya menyelesaikan masalah Tim-tim dan kasus Aceh telah menandai tidak berfungsinya Binter secara efektif.

15. Pembinaan Aparat Teritorial. Secara kualitas dan kuantitas kondisi aparat Teritorial masih belum memadai. Beberapa wilayah yang padat seperti pulau Jawa kondisi aparat teritorial mungkinrelatif mendekati keseimbangan antara pembina dengan yang dibina. Di wilayah lain seperti Kalimantan Tengah, Irian Jaya, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat sebagai wilayah darat terluas di Indonesia, memiliki rasio aparat teritorial sangat tidak berimbang. Kenyataan yang ada di wilayah yang memiliki aparat teritorial baik secara kualitas maupun kuantitas kurang memadai dan wilayah binaannya jauh lebih luas, justru kondisinya lebih kondusif, aman dan stabil. Sementara wilayah kota besar dan daerah lain seperti Aceh, Maluku terus bergolak. Hal ini menandakan bahwa Koter walaupun didukung oleh sarana dan prasarana serta personil memadai ternyata tidak efektif dalam melaksanakan tugas.
/17. Piranti. . . . . . .
16. Piranti Lunak. Buku petunjuk tentang teritorial ada disetiap cukup memadai dan terkesan sangat konsepsional. Permasalahannya adalah terletak pada sasaran Binter yang terlalu luas dan tidak realistis. Aspek geografi, demografi dan kondisi sosial yang ada dipelajari dari ekses yang ditimbulkan, bukan bagaimana mengelola ketiga aspek tersebut. Bila dilihat secara substansial, maka Aparat Teritorial memang belum memiliki kemampuan memadai dalam mengelola semua aspek tersebut. Di samping itu terkesan hanya diberikan tanggungjawab, tetapi tidak ada kewenangan dalam pengelolaannya.

17. Ketahanan Wilayah. Keberhasilan pembinaan ketahanan wilayah yang terakmodasi dalam ketahanan nasional di masa lalu, merupakan kebijakaan pemerintah yang menekankan sasaran pembangunan pada stabilitas dan kesejahteraan. Kenyataan yang ada pada akhirnya kondisi stabilitas bersifat semu, sebab telah terjadi pergeseran mekanisme pembinaan. Terjadi bermacam manipulasi dan rekayasa di masyarakat sehingga masyarakat mulai berpaling dan berpihak pada LSM dan LBH yang saat itu membantu keluhannya. Seiring dengan perubahan kiblat masyarakat tersebut maka mulailah terjadi gerakan-gerakan yang mendukung perlindungan pada masyarakat yang tertindas yang diseponsori oleh LSM dan LBH serta organisasi partisan lainnya. Kondisi ini mengawali terjadinya ketidakstabilan di Indonesia yang menandai ketahanan wilayah menjadi lemah dan pembinaannya tidak efektif.

18. Dari urain tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Binter selama ini telaha gagal menyiapkan wilayah sehingga memiliki ketahanan terhadap berbagai ancaman baik yang datang dari luar maupun dalam negeri. Hal ini disebabkan karena sasaran Binter terlalu luas sementara peneyelenggaranya adalah Koter terdiri dari personil prajurit yang tidak memiliki kemampuan memadai dan tidak disiapkan secara maksimal sebagai pengelola teritorial sesuai tanggung jawabnya. Benar kiranya “joke” yang mengatakan, bahwa ilmu teritorial sama dengan ilmu mengecat langit, yang berarti mengerjakan sesuatu yang tidak mungkin terlaksana. Keberhasilan Binter dapat dilakukan dengan melibatkan seluruh komponen bangsa ini termasuk masyarakat yang menjadi subyek sekaligus obyeknya. Pelibatan Koter dalam pelaksanaan Binter dibatasi pada sasaran yang jelas dan kewenangan yang jelas pula. Dengan demikian Koter akan mendapat pengakuan dan dibutuhkan olehmasyarakat.

/FAKTOR. . . . . . .

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

19. Umum. Era globalisasi telah memunculkan isu demokratisasi, lingkungan hidup dan HAM, yang telah mendorong terjadinya perubahan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Era Reformasi di Indonsia telah banyak merubah tatanan lama yang dibentuk semasa Orde Baru. Perubahan tersebut baik yang disebabkan oleh faktor intern dan ekstern sangat berpengaruh terhadap aktualisasi Binter yang akan dilakukan di wilayah di masa depan. Sejauh mana faktor-faktor tersebut berpengaruh akan dibahas dalam tulisan berikut ini.

20. Faktor Ekstern.

a. Kendala. Era reformasi telah melahirkan tuntutan baru oleh sebagian kompenen masyarakat Indonesia untuk membubarkan Koter. Paradigma pembangunan telah berubah yang semula sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah, menjadi dilakukan oleh masyarakat yang yang bertindak sebagai subyek dan sekaligus obyeknya. TNI tidak populer dimasyarakat, yang mengakibatkan masyarakat tidak mau dibina, sebab konotasi pembina mambawahi yang dibina. Masyarakat menuntut adanya kebersamaan dan kesetaraan dalam segala aspek kehidupan.

b. Peluang. Birokrasi secara umum gagal dalam membina dan menjalankan fungsinya. Pemerintahan Sipil tidak solid dan terkesan tidak berpihak pada masyarakat serta lebih condong berpihak pada pengusaha. Akibatnya masyarakat membutuhkan pengayoman. TNI selaku pemeran Koter memiliki kondisi yang lebih stabil dan kompak serta konsisten dalam membela masyarakat. Kondisi ini menjadi peluang dalam menarik hati masyarakat.

21. Faktor Intern.

a. Kelemahan. Beberapa faktor yang menjadi masalah dalam melakukan Binter adalah keterlibatan TNI dalam masalah politik praktis di masa lalu, TNI pada masanya lebih sering berpihak pada pengusaha dan meninggalkan masyarakat. Kondisi aparat yang kurang memadai baik kualitas maupun kuantitas, keterbatasan dukungan dana, fasilitas dan kesejahteraan keluarga prajurit, semua itu mendorong prajurit semakin tidak profesional dalam pelaksanaan tugas..
/b. Kekuatan. . . . . . .
b. Kekuatan. TNI memiliki nilai kejuangan yang tinggi, organisasi yang tertata dengan baik, kompak dan solid, Program sosial TNI banyak yang bersifat “sivic mission” yang dapat dirasakan oleh masyarakat banyak. Secara umum Masyarakat masih menghormati TNI secara kelembagaan, karena juga dibutuhkan. Hal ini menandakan bahwa TNI masih dicintai masyarakatnya dan mudah diterima walaupun pernah menyakitkan hati masyarakat, karena masyarakat masih mempercayai TNI sebagai benteng terakhir persatuan dan kesatuan bangsa.


ANALISIS MASALAH BINTER DAN KONSEPSI BINTER
DALAM RANGKA MENYIAPKAN KETAHANAN WILAYAH

22. Umum. Mencermati masalah yang ada dalam Binter di daerah saat ini dihadapkan pada perkembangan situasi dengan berbagai faktor yang mempengaruhi, merupakan formulasi yang sangat penting untuk menemukan akar permasalahan Binter sebenarnya. Sejauhmana kemampuan mencermati dan memilah duduk permasalahannya, sangat tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengaplikasikan teori Binter dihadapakan pada tuntutan perkembangan masyarakat di daerah yang tentunya juga sangat dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat nasional dan global. Pesatnya perkembangaan Ilmu Pengetahuan dan teknologi melalui sarana transportasi dan komunikasi yang semakin maju, menjadikan upaya-upaya untuk menutupi kejadian yang ada, membatasi kebebasan masyarakat dan memberikan masyarakat sesuatu yang bersifat indoktrinasi sudah tidak saatnya lagi. Dengan mencermati masalah Binter dilihat dari kondisi obyektif Binter saat ini dan berbagai faktor yang mempengaruhi, proses penganalisaan ini mencoba mencari solusi Binter yang sahih dimasa depan.

23. Masalah Geografi. Luas wilayah tanggung jawab Binter masing-masing Koter berbeda-beda, baik dalam tingkat Kodam maupun unsur bawahannya. Selain luas wilayah, isi geografi memiliki berbagai macam permasalahan yang ada didalamnya, seperti kondisi medan yang ditutupi oleh hutan lebat dan keterbatasan jaring-jaring jalan sebagai prasarana transportasi darat. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan dalam pelaksanaan Binter dengan adanya keterbatasan personil dan sarana serta prasarana transportasi yang tersedia.
/Letak. . . . . . . .
Letak desa dan perkampungan masyarakat yang tersebar dan kebiasaan melaksanakan pola budaya ladang berpindah sangat menyulitkan dalam program pembinaan. Dilain pihak ada Koter yang memiliki wilayah binaan relatif terbatas, sementara sebagian sarana dan prasarananya hampir terpenuhi. Dengan demikian, maka sangat tidak adil apabila menilai keberhasilan pelaksanaan Binter dilihat dari keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Memberi penilaian secara rata-ratapun kurang tepat, mengingat pelaksaan Binter harus terpadu dan menyeluruh. Pelaksanaan Binter di daerah yang relatif mapan, tidak membutuhkan personil terlalu banyak dan bahkan mungkin Binter tidak dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah tersebut. Beda dengan pelaksanaan Binter di wilayah yang luas, memiliki medan yang terpotong oleh sungai-sungai lebar sekaligus merupakan prasarana trasportasi sungai, tetapi tidak didukung oleh sarana yang memadai. Pada situasi ini, Binter sangat tidak efektif karena berbagai keterbatasan yang dimiliki aparat Koter. Dengan segala keterbatasan yang dimiliki TNI selaku pelaksana Binter, maka sulit kiranya untuk mewujudkan keberhasilan dalam mebina potensi geografi menjadi ruang, alat dan kondisi juang yang sesuai dengan harapan. Sesuai dengan akan diterapkannya otonomi daerah, maka sudah selayaknya pembinaan geografi diserahkan sepenuhnya pada Pemda. Perencanaan pembinaan Geografi sudah terlaksana dengan baik, karena RUTR wilayah sudah terwujud dengan baik, walaupun pelaksanaannya masih kurang memuaskan. Patut diakui bahwa Koter dalam hal ini hanya mampu mendata permasalahan geografi secara terbatas, dengan memanfaatkan data yang telah disiapkan oleh berbagai instansi yang berkompeten.

24. Masalah Demografi. Permasalahan pembinaan demografi yang menonjol adalah pada peningkatan sumber daya manusia (SDM)-nya. Kualitas SDM ditentukan oleh pengembangan manusia melalui pembangunan sarana dan prasarana pendidikannya. Masyarakat dengan segala aktifitasnya sebagai unsur utama dalam demografi bersifat dinamis dan memiliki karakter yang berbeda antara wilayah satu dengan lainnya. Karena memiliki karakter yang berbeda dan sifatnya yang dinamis maka pembinaannya pun sulit dan membutuhkan perangkat yang memadai dan personil yang handal serta terdidik untuk itu. Kenyataan yang ada dilapangan masyarakat kita sangat rentan dengan berbagai isu yang beredar saat ini. Tuntutan masyarakat sebenarnya sangat sederhana yaitu bagaimana mereka hidup sejahtera dan memiliki kepastian dan harapan. Kalau ketiga kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, maka masyarakat tidak akan mempercayai para pembinanya. Kenyataan selama ini masyarakat sepertinya diperdaya oleh aparat dengan aturan yang tidak pernah memihak kepada kepentingan masyarakat.
/Koter. . . . . . .
Koter selaku pembina komponen geografi di masa lalu dapat memberikan harapan dan kepastian, karena masyarakat merasa terlindungi kepentingannya. Seiring dengan kemajuan yang telah dicapai oleh masyarakat, perubahan prilaku dari aparat Koter selama ini dan kemajuan zaman serta perubahan paradigma pembangunan, maka rumusan pembinaan terhadap masyarakat mungkin sudah kurang tepat. Masyarakat membutuhkan kepastian dan harapan untuk membangun dirinya. Hal tersebut hanya dapat diwujudkan oleh penegakan hukum dan pemerintahan yang bersih ( good governance ).

25. Masalah Kondisi Sosial. Kondisi Sosial yang meliputi aspek Idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan Hankam (IPOLEKSOSBUDHANKAM) bersifat sangat komplek. Dalam bidang pemerintahan tugas pembinaan tersebut terbagi habis oleh instansi terkait. Pembinaan yang dilakukan oleh Koter melalui jalur fungsi Sospol telah menempatkan personil TNI pada posisi jabatan sipil di pemerintahan. Penataran P-4, Lima paket undang-undang politik dan banyak lagi kebijakan yang telah dihasilkan mampu menciptakan kondisi sosial yang kondusif saat itu. Masyarkat terus berkembang dan masalah yang dihadapi masyarakat sangat komplek dan terus bertambah komplek. Kompleksitas masyarakat tersebut dalam konsep Binter terakumulasikan dalam satu istilah IPOLEKSOSBUHANKAM. Apakah cukup Ilpengtek yang saat ini menjadi primadona pembangunan hanya terwadahi dalam sosial budaya. Barangkali harus ada rumusan baru untuk membina masyarakat khususnya yang menyangkut masalah kondisi sosialnya sehingga semua aspek mendapatkan forsi yang selayaknya. Masyarakat yang terus berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, sementara birokrasi seperti halnya Koter sangat lamban dalam mengantisipasi perubahan tersebut. Perkembangan masyarakat yang pesat tersebut akhirnya melahirkan reformasi yang akhirya menelanjangi aparat birokrasi yang lamban, termasuk TNI dengan kehilangan fungsi Sospolnya. Setelah reformasi terbukti Koter gagal total upaya pembinaan tersebut.

26. Masalah Personil Aparat Teritorial. Secara umum kondisi personil aparat teritorial saat ini kondisinya kurang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Beberapa daerah memiliki personil yang relatif memadai seperti kota-kota besar dan wilayah yang penduduknya relatif padat. Sementara di daerah lain yang wilayahnya sangat luas, walaupun penduduknya jarang ternyata kondisi personil aparat teritorial khususnya dari segi kuantitas sangat terbatas.

/Keterbatasan. . . . . . .
Keterbatasan ini bukan struktur, tetapi dari struktur yang ada memang sudah sedikit, secara nyata rata-rata terpenuhi sekitar 40 % s/d 65 % saja dari struktur yang ada. Kondisi sangat memprihatinkan, sebab secara logika keberadaan aparat teritorial adalah di wilayah yang terpencil dimana masyarakatnya belum tersentuh kemajuan. Sangat kontradiktif sekali, ternyata konsentrasi aparat teritorial saat ini sebagian besar berada di wilayah yang penduduknya sudah relatif jauh lebih maju dari daerah lainnya.

Kiranya tepat kalau joke yang beredar dilingkungan personil TNI menjelang selesai pendidikan : “ siap ditempatkan di seluruh Indonesia, asalkan masih bisa melihat Monas”. Dilain pihak sudah menjadi rahasia umum setiap personil akan berusaha dalam penugasannya masuh ke satuan Koter ketimbang Lemdik atau staf di Mabes atau Mako. Sehingga Koter dianggap sebagai tempat tugas yang basah, menurut istilah umum untuk menyebutkan ada kemudahan yang dapat diperoleh dari kondisi penugasannya. Apabila dicermati secara teliti, sebenarnya penempatan personil di satuan Koter tidak ada bedanya dengan di satuan lainnya. Hal yang menjadi penarik rebutan oleh personil untuk masuk satuan Koter adalah banyaknya kesempatan untuk melakukan tindakan yang sebenarnya sangat tabu sebagai seorang prajurit. Seperti misalnya menjadi “ backing” di suatu perusahan, tempat hiburan dan lain sebagainya. Menjadi “ debt collector “ dari pengusaha, melakukan tindakan pemerasan lainnya terhadap sebagian masyarakat yang bermasalah. Kehidupan prajurit dan masyarakat umumnya memang berat dan unsur pimpinan pun sudah tahu akan hal ini, tetapi sepertinya ada permakluman oleh pimpinan selama ini terhadap kondisi prajurit tersebut. Sementara itu akan sangat mudah bagi seorang pimpinan untuk menghukum dan bahkan tuntuk memecat seorang prajurit yang ternyata salah dalam menyikapi pergaulan yang memang juga untuk memberikan kemudahan pada beberapa pejabat. Ini adalah kenyataan yang perlu disikapi oleh pimpinan TNI AD. Sementara itu Lemdikter yang ada memang sudah memberikan pembekalan yang maksimal sesuai kemampuan Lemdikter sendiri. Personil yang terpilih sudah disiapkan dengan baik melalui seleksi di satuan masing-masing. Tetapi apa yang didapat dilembaga pendidikan adalah kemampuan yang hanya untuk mendata pemasalahan yang ada di masyarakat, pengetahuan teritorial lainnya yang relevan, tetapi tidak ada kewenangan yang dimiliki oleh Koter dalam mengelola masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan Koter semakin tidak dibutuhkan masyarakat.


/28. Masalah. . . . . .
27. Masalah Piranti Lunak. Dilingkungan TNI sampai saat ini ada kecenderungan merasa tabu dan menganggap sakral doktrin yang kita miliki. Perwira TNI AD yang telah menempuh jenjang pendidikan tertinggi diangkatannya telah dibekali dengan berbagai berbagai disiplin ilmu. Para perwira cenderung tidak dapat mengaplikasikan disiplin ilmu yang didapat pada masalah-masalah tertentu atau dengan alasan tertentu ada unsur kesengajaan untuk mempertahankan demi kepentingan tertentu, tanpa mampu melihat perkembangan keadaan di masa depan. Saat ini masyarakat sudah berani mempermasalahkan peran teritorial TNI dengan mengatakan bahwa peran teritorial merupakan peran pemerintahan sipil dan apabila Indonesia benar-benar ingin menjadi negara demokrasi, maka peran tersebut dengan sukarela harus diserahkan oleh TNI. Tuntutan sebagaian masyarakat yang tergabung dalam kelompok masyarakat intelektual tidak dapat dianggap sepele. TNI di masa depan tidak lagi dapat bersandar pada komposisi “silent majority” masyarakat kita saat ini. TNI seharus mampu merubah komposisi “silent majority” masyarakat saat ini menjadi sebaliknya dan mendukung TNI, kalau TNI benar-benar memiliki komitmen sebagai katalisator pembangunan. Kembali pada masalah doktrin, khususnya dibidang teritorial dihadapkan pada tuntutan masyarakat saat ini dan antisipasi perkembangan di masa depan, kiranya perlu dilakukan peninjauan kembali doktrin TNI dalam pelaksanaan Binter khususnya pada nilai-nilai ekstrinsiknya atau pada nilai-nilai aplikatifnya.

28. Masalah Ketahanan Wilayah. Pada masa pemerintahan Orde Baru suasana aman dan terkendali menjadi kenyataan, dengan mekanisme dan semangat kerja masing-masing instansi yang ada untuk mendukung pencapaian tersebut. Seiring dengan kemajuan yang telah dicapai oleh masyarakat dan perubahan situasi global, maka masyarakat telah melakukan perubahan-perubahan sendiri diluar koridor yang telah diciptakan oleh aparat. Hal ini menandai bahwa masyarakat ingin ikut dalam mengurus kebutuhannya sendiri dan dengan caranya sendiri. Aparat dan instansi hanya sebagai pelayan untuk mendukung kebutuhan tersebut. Karena kondisi yang berkembang di masyarakat selanjutnya dan kebijakan pemerintah pada saat itu yang bertumpu pada kepentingan stabilitas, maka terjadilah berbagai kasus yang penuh dengan rekayasa untuk memberikan pembenaran terhadap tindakan yang telah dilakukan. Praktek manipulasi data, penggantian istilah dengan bahasa pemanis dan tindakan yang membohongi masyarakat terjadi terus menerus tanpa ada yang berani melawan. Banyak muncul pahlawan kesiangan, tetapi tersingkir dengan cepat dan bahkan harus kehilangan nyawa hanya untuk memperjuangkan kebenaran diatas stabilitas palsu yang sengaja diciptakan pemerintah.
/Gelombang. . . . . . . .
Gelombang keberanian masyarakat bersaut dengan derasnya arus globalisasi dan reformasi yang sedang marak di Indonesia. Masyarakat mulai berani melawan setiap kebijakan pemerintah untuk memperjuangkan hak-haknya yang telah diambil oleh penguasa. Gelombang perlawanan terus berlangsung yang berakhir dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru. Indonesia saat ini tengah memulai suaatu tradisi baru tentang ketahanan. Jadi apa sebenarnya ketahanan tersebut ?. Dalam situasi Indonesia yang serba bergolak saat ini, apakah wilayah tidak memiliki ketahanan?. Sesuai dengan pengertian ketahanan sendiri yang berarti kondisi dinamis bangsa yang mampu menghadapi segala bentuk AGHT yang datang baik dari luar aupun dalam negeri dalam rangka terselenggaranya kesinambungan pembangunan nasional menuju tercapainya tujuan nasional. Ada satu visi yang sama yaitu untuk mencapai tujuan nasional yaitu kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan. Kalau demikian maka stabilitas itu bukan tujuan, melainkan wahana untuk mendukung tercapainya kesejahteraan itu. Stabilitas yang kondusif dalam masyarakat maju sebenarnya tidak perlu diciptakan tetapi akan tercipta dengan sendirinya apabila kesejahteraan masyarakt tercapai. Hal ini tidak terbantahkan, sebab hampir semua negara maju telah menyelesaikan tahapan sejarahnya seperti yang pernah dilalui oleh bangsa Indonesia saat ini. Dapat disimpulkan bahwa ketahanan wilayah akan tercipta dengaan sendirinya apabila masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari.

29. Aktualisasi Binter dalam Rangka Menyiapkan Ketahanan Wilayah. Menyimak pembahasan tersebut diatas, maka aktualisai Binter dimasa yang akan datang sangat tergantung pada masyarakat itu sendiri. Masyarakat Indonesia sekarang sangat jauh berbeda dengan masyarakat Indonesia di masa perjuangan dalam merebut kemerdekaan dan paska proklamasi kemerdekaan. Dengan demikian maka mengaflikasikan Binter dalam masyarakat akan berbeda setiap masa. Menurut teori nilai, visi Binter sama dengan nilai instriksik yaitu untuk mensejahterakan masyarakat. Tetapi nilai terapannya atau nilai ekstinsiknya barangkali Koter selaku aparat Binter tidak sepenuhnya berperan sebagai aparat Binter dan perlu adanya pelimpahan tugas dan tanggungjawab pada instansi yang lebih berkompeten dalam bidang itu termasuk di dalamnya masyarakat itu sendiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aktualisasi Binter dalam rangka menyiapkan ketahanan wilayah adalah sebagai berikut :

/a. Binter. . . . . . . . .
a. Binter dalam arti sebenarnya adalah pembangunan masyarakat itu sendiri, seiring dengan keajuan zaman, maka masyarakat akan berkembang dengn sendirinya melalui mekanisme layanan dan pengayoman dari aparat pemerintah yang bersih dan berwibawa.

b. Keberadaan Koter selaku aparat Binter saat ini cenderung kurang efektif dan bahkan keberadaannya cenderung menjadi masalah dalam upaya mewujudkan ketahanan wilayah.

c. Pelaksana Binter dapat dilakukan oleh aparat pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan pembangunan masyarakat. Keterlibatan Koter dalam hal ini sebagai pendukung unsur pelayanan oleh pemerintah.

d. Dukungan dari Koter yang dapat diberikan adalah dalam bentuk bantuan kepelatihan untuk menyiapkan potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang.


KESIMPULAN DAN SARAN

30. Kesimpulan. Pelaksanaan Binter dimasa depan dilaksanakan secara proporsional oleh instansi yang berkompeten dan yang memiliki kewenangan yang jelas untuk itu sesuai dengan supremasi hukum yang akan ditegakan. Keterlibatan TNI dalam wadah Koter untuk melakukan Binter agar memiliki landasan hukum berupa perundang-undangan dengan sasaran yang terbatas dan hanya berupa dukungan. Masyarakat sebagai komponen utama bangsa akan terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman. Perkembangan masyarakat akan semakin pesat seiring dengan alam domokrasi, penegakan hukum dan HAM yang sedang diperjuangkan di Indonesia. TNI melalui lembaga Koter telah pernah dianggap berperan dalam proses pembangunan bangsa yang pada akhirnya diragukan keberadaannya. Dihapuskannya fungsi Sospol TNI oleh gerakan reformasi, jangan sampai terulang untuk yang kedua kali TNI kehilangan kesempatan dalam melakukan perubahan dalam fungsi Binter. Untuk itu sudah saatnya TNI berubah sebelum dirubah oleh tuntutan zaman di masa yang akan datang.

31. Saran. Mengantisipasi perubahan zaman dan pekembangan masyarakat yang semakin cepat dan guna tetap eksisnya peran Binter TNI di masa depan, maka disarankan hal-hal sebagai berikut :
/a. TNI. . . . . . . .
a. TNI harus memformulasikan bentuk Binter baru dengan sasaran terbatas pada hal-hal yang memiliki relevansi profesionalisme prajurit TNI.

b. Keterlibatan TNI dalam Binter perlu dibatasi pada dukungan yang dapat diberikan kepada komponen bangsa lainnya seperti penyiapan komponen bangsa dalam Bela Negara.

c. Bentuk Koter lebihdisesuaikan dengan perkembangan keadaan, sehingga keberadaannya diakui dan dibutuhkan masyarakat.

PENUTUP

32. Demikian tulisan ini dibuat untuk dapatnya dijadikan sebagai bahan masukan kepada Komando Atasan.

Palangka Raya, 10 Nopember 2000














DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN. ……………………………………………………… 1
1. Umum……………………………………………………………. 1
2. Maksud dan Tujuan ……………………………………………. 2
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut …………………………………… 2
4. Metoda dan Pendekatan. ……………………………………….. 2

II LANDASAN DAN LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
5. Umum. ………………………………………………………….. 3
6. Landasan Hukum. ……………………………………………… 3
7. Landasan Operasional. ………………………………………… 4
8. Tuntutan agar Koter Dibubarkan. . . .……………………………. 4
9. Undang-undang Otonomo Daerah……………………………… 5
10. Peruahan Paradigma Pembangunan………………………………. 5

III KONDISI BINTER SAAT INI…………………………….. . . . . . . . . . . 6
11. Umum. ………………………………………………………….. 5
12. Pembinaan Geografi. ..………………………………………… 6
13. Pembinaan Demografi. ………………………………………… 7
14. Pembinaan Kondisi Sosial. ……………………………………. 7
15. Pembinaan Aparat Teritorial. ………………………………… 7
16. Piranti Lunak. . . . . . . …………………………………………. 7
17. Ketahanan Wilayah…………………………………………… 8
18. Dari uraian tersebut ………………………………………….. 8

IV FAKTORYANG MEMPENGARUHI.
19. Umum. ………………………………………………………….. 9
20. Faktor Ekstern…………………………………………………… 9
21. Faktor Intern…………………………………………………….. 9
/V ANALISIS. . . . . . .
V ANALISIS MASALAH BINTER AKTUALISASI BINTER
DALAM RANGKA MENYIAPKAN KETAHANAN WILAYAH
21. Umum. …………………………………………………………. 10
22. Masalah Geografi. …………………………………………….. 10
23. Masalah Demografi……………………………………………. 11
24. Masalah Kondisi Sosial……………………………………….. 12
25. Masalah Personil Aparat Teritorial………….…………………. 12
26. Masalah Piranti Lunak…….…………………………………… 14
27. Masalah Ketahanan Wilayah ………………………………… 14
29; Aktualisasi Binter dalam rangka Menyiapkan Ketahanan Wilayah 15

VI KESIMPULAN DAN SARAN
30. Kesimpulan …………………………………………………… 16
31. Saran…………………………... ………………………………. 16

VII PENUTUP
32. Demikian……………………………………………………….. 17

________________________














KOMANDO DAERAH MILITER VI
TANJUNG PURA
KOMANDO RESOR MILITER 102




KONSEPSI AKTUALISASI BINTER
DALAM RANGKA MENYIAPKAN KETAHANAN WILAYAH

( KARANGAN MILITER INI DITULIS
DALAM RANGKA RAKORNISTER TANGGAL 20 S/D 21 NOPEMBER200
DI MABES TNI )














Palangka Raya, 10 Nopember 2000


DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Ketetapan MPR RI nomor : TAP/VII/MPR tahun 20000.
2. Paradigma Baru Peran TNI (Sebuah uapaya Sosialisasi) terbitan Jakarta, tahun 1999
3. Petunjuk Teritorial TNI AD terbutan 1992 oleh Suad.
4. Vademikum Teritorial tahun 1999 terbitan Suad.
5. Buku Laporan Program Kerja Korem 102/PP T.A 1998/1999.
6. Buku Renbinter Korem 102/PP tahun 1998.
7. Undang-Undang No. 22/ Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah.
8. TNI Abad XXI, Redefinisi, Reposisi, dan Reaktualisasi Peran TNI dalam Kehidupan
Bangsa.
9. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
10. Militer kembali ke Barak, Sebuah studi Komparatif ( Military withdrawal from
politics a comparative study ), terbitan PT Tiara Wacana Yogya, 1998.
11. Membangun Oposisi, Agenda-agenda Perubahan Politik Masa Depan, Eep Saefulloh Fatah
------------------------------------



.

No comments: