UPAYA KOTER DALAM RANGKA
MENDORONG FUNGSI PENERANGAN, OLAH RAGA
DAN SOSIAL DI DAERAH
PENDAHULUAN
1. Umum. Dunia saat ini telah memasuki suatu kurun waktu yang ditandai oleh saling ketergantungan (interdefendensi) antar bangsa yang semakin mendalam serta globalisasi dan saling keterkaitan antarmasalah yang semakin erat. Berkat kemajuan-kemajuan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi dan transportasi, dunia terasa semakin menciut dan batas-batas negara semakin kabur. Sementara peradaban umat manusia dewasa ini tengah memulai suatu masa peralihan, suatu zaman pancaroba yang berkepanjangan dan serba tidak menentu. Sendi-sendi tatanan politik dan ekonomi internasional, yang terbentuk seusai Perang Dunia II mulai berguguran, sedangkan suatu tatanan dunia baru masih sedang mencari bentuknya dan masih jauh dari mapan. Bangsa-bangsa, negara-negara dan lembaga internasional-pun tanpa kecuali harus menyesuaikan diri pada konstelasi global yang telah berubah dan sedang terus berubah sedemikian drastisnya.
Arus globalisasi telah menghembuskan angin segar tentang isu demokratisasi, Hak Azasi Manusia ( HAM ) dan Lingkungan Hidup, telah menghantarkan bangsa Indonesia dalam era reformasi, setelah terlebih dahulu mengalami krisis moneter yang berkepanjangan.
/Arus. . . . . . .
Arus reformasi di Indonesia telah menetapkan tiga agenda yaitu demokrasi, hukum dan HAM, yang hingga saat ini telah mulai dilaksanakan, walaupun beberapa kalangan masih belum puas akan hasil yang dicapai. Ketidakpuasan sebagian komponen bangsa ini cukup beralasan, sebab agenda yang dicanangkan seperti Otonomi Daerah, yang bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada daerah dalam pengelolaan sumber daya yang ada di daerahnya hanya sebagai wacana politik. Sementara itu penegakan hukum belum sepenuhnya berjalan sebagaimana tuntutan masyarakat luas, sedangkan upaya untuk penegakan HAM, masih jauh dari harapan, karena telah menempatkan masalah HAM pada posisi kepentingan politik, bukan pada upaya penegakan HAM itu sendiri. Semua ekses ketidakpuasan tersebut telah memicu timbulnya keinginan beberapa daerah di Indonesia untuk memisahkan diri dari kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keinginan sebagian daerah untuk memisahkan diri dari NKRI, sebenarnya bukan kehendak masyarakat secara luas, tetapi adanya sekelompok elit di daerah yang memiliki kepentingan politik untuk menekan pemerintah pusat, agar agenda politiknya di daerah tercapai.
Sementara itu telah terjadi perubahan mendasar di lingkungan TNI, sesuai Ketetapan MPR nomor : TAP/VII/2000 tentang Peran TNI dan Polri. Salah satunya telah memberi kewenangan pada TNI dalam bidang Teritorial. Kondisi ini telah menempatkan fungsi TNI di bidang teritorial dalam tatanan hukum di Indonesia, walaupun masih harus diperjuangkan sampai dalam bentuk perundang-undangan. Sebagai pembina teritorial di daerah, dalam pelaksanaan kegiatannya akan berhadapan dengan aspek geografi, demografi dan kondisi sosial untuk dibina menjadi ruang, alat dan kondisi juang untuk kepentingan pertahananan. Dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan teritorial dihadapkan pada tuntutan di masa depan dengan berlakunya sistim otonomi daerah, maka melalui tulisan ini mencoba menampilkan formulasi baru dalam upaya pembinaan teritorial dimasa yang akan datang.
/Binter. . . . . . .
Binter di masa depan khususnya dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah, agar dilandasi oleh profesionalisme para pelaku Binter dalam rangka meciptakan potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang yang tangguh dan mampu menjawab tantangan tugas masa depan.
2. Maksud dan Tujuan.
a. Maksud. Memberikan gambaran tentang upaya Koter dalam rangka mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah di masa depan, dihadapkan pada tuntutan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas.
b. Tujuan. Sebagai bahan masukan bagi pimpinan dalam menentukan kebijaksanaan dalam bidang Binter yang dilaksanakan oleh Koter di daerah, khususnya dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial.
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Lingkup penulisan ini meliputi upaya pembinaan teritorial dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah dihadapkan pada perkembangan situasi saat ini dan prediksi masa depan, dengan tata urut penulisan sebagai berikut :
a. Pendahuluan.
b. Landasan dan Latar Belakang Pemikiran.
c. Kondisi Saat Ini.
d. Faktor yang Mempengaruhi.
e. Analisis Antara Harapan dan Kemungkinan.
f. Kesimpulan dan Saran.
g. Penutup.
/4. Metode. . . . . . .
4. Metoda dan Pendekatan. Penulisan karya tulis ini menggunakan metode diskriptif analisis dengan pendekatan pengamatan langsung dilapangan.
5. Pengertian.
a. Permainan Keprajuritan adalah sarana rekreasi di medan terbuka yang telah disiapkan sedemikian rupa dengan berbagai sarana dan prasarana pertempuran serta perangkat aturan mainnya yang dapat digunakan oleh masyarakat umum untuk mengenal kegiatan prajurit di medan tempur yang di simulasikan.
b. Satuan Koter sebagai basis kegiatan pembinaan olah raga mengandung arti bahwa setiap satuan memiliki semacam klub seperti klub menembak, Pedepokan silat, Pengurus Ranting bela diri dan lain-lain.
c. Insan Penerangan adalah personil penerangan yang memiliki kemampuan dibidang pencarian berita, pengungkapan kasus, penyajian berita atau makalah serta penyiapan bahan publikasi di media masa.
LANDASAN DAN LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
6. Umum. Keberadaan dan integritas Koter di daerah dalam beberapa tahun terakhir ini sangat baik dan kondusif serta sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena Koter dapat memerankan fungsinya ditengah masyarakat yang memang membutuhkan keberadaannya. Seiring dengan perubahan zaman khususnya di era reformasi saat ini, keberadaan Koter mulai dipertanyakan dan bahkan ada tuntutan sebagian komponen bangsa ini agar Koter dibubarkan.
/Hal. . . . . . . .
Hal ini terjadi selain sebagai imbas dari dihentikannya keterlibatan TNI dalam masalah politik, juga sebagai akibat dari adanya penyimpangan dari para pelaku Koter di tengah masyarakat yang tidak lagi berpijak pada kepentingan masyarakat. Di sisi lain, beberapa lembaga diluar TNI telah direformasi seperti Departemen Penerangan, Departemen Sosial dan Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga serta departemen dan instansi lainnya, sebagai langkah pemerintah menyikapi tuntutan reformasi. Mencermati kondisi tersebut maka dalam pembahasan ini akan menjelaskan apa yang menjadi landasan dan latar belakang pemikiran tentang upaya Koter di daerah dihadapkan pada perkembangan situasi saat ini, seperti dibahas dalam tulisan berikut ini.
7. Landasan Hukum. Secara hukum ( de yure ) keberadaan Koter tidak memiliki landasan yang kuat. Keberadaannya hanya berlandaskan pada kelembagaan TNI sebagai pemegang peran dan fungsi pembinaan teritorial, konsekwensi logis dari TAP MPR nomor: VII Tahun 2000 dan sistim pertahanan yang dianut secara nasional. Hal ini memberikan fakta bahwa keberadaan Koter nyata dan dibutuhkan adanya ( de facto ). Tetapi apabila dikaji secara substansial dihadapkan pada tuntutan sistem pertahanan yang dianut, maka keberadaan Koter merupakan hal yang logis dengan pertimbangan geografi, demografi dan kondisi sosial yang ada. Dengan pertimbangan tersebut maka UUD 1945 pasal 30, UU no 20/Tahun 1982 serta perundang-undangan lainnya secara hukum dapat dijadikan acuan keberadaan Koter, namun demikian perlu adanya landasan hukum yang mengikat lebih kuat dalam operasionalnya.
8. Landasan Operasional. Doktrin Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta merupakan landasan operasional Koter dalam menyiapkan seluruh potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang.
/Koter. . . . . . .
Koter sebagai pembina teritorial akan berhadapan pada unsur geografi, demografi dan kondisi sosial masyarakat sebagai akibat dari permasalahan yang timbul pada kedua unsur sebelumnya. Penyiapan potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang sebagai persyaratan wilayah pertahanan yang sengaja dipersiapkan, sehingga memiliki ketahanan menghadapi bentuk ancaman yang ada, baik dari luar maupun dari dalam negeri. Dengan adanya landasan operasional tersebut telah menempatkan Koter pada posisi yang dibutuhkan pada sistim pertahanan negara sebagai instrumen yang menyiapkan unsur pertahanan yang dikehendaki sesuai doktrin yang dianut.
9. Tuntutan Sebagaian Kelompok Masyarakat agar Koter Dibubarkan. Melalui para pakar dan bahkan pejabat birokrasi telah menyampaikan berbagai sumbang pemikiran tentang keberadaan Koter. Pada dasarnya para pemikir, baik dari intelektual sipil maupun militer, telah menyuarakan adanya tuntutan pembubaran terhadap Koter, karena disinyalir akan mampu mempengaruhi netralitas TNI dalam bidang politik untuk jangka panjang. Demikian gencarnya tuntutan tersebut, bahkan telah dirancang dalam suatu sistim periode jangka pendek, menengah dan panjang yang sangat sistematis mulai dengan rencana pembubaran Koter di Aceh dalam jangka pendek, Babinsa, Koramil dalam jangka menengah dan Kodim, Korem dan Kodam dalam jangka panjang ( Kompas, tanggal 25 Nopember 1999). Tuntutan ini, seperti halnya tuntutan serupa untuk peran sospol tidak bisa dianggap sepele, karena mengacu pada norma universal terutama di negara-negara maju. Nampaknya tuntutan tersebut akan semakin keras seiring dengan proses demokratisasi yang memang sedang derasnya bergulir di Indonesia.
10. Otonomi Daerah. Pelaksanaan Undang-Undang No.22/Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah segera dilaksanakan pada 1 Januari 2001.
/Kondisi. . . . . . . .
Kondisi ini menempatkan Pemda sebagai penguasa tunggal dan memiliki kewenangan penuh dalam mengelola potensi wilayah untuk kepentingan pembangunan di daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagian kewenangan yang ada tersebut sudah biasa dilakukan oleh TNI dan Polri dan mengingat ada pengalihan wewenang penuh kepada Pemda, maka perlu adanya ketentuan baru yang mengatur, sehingga ada ketegasan dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan di daerah, khususnya keterlibatan pimpinan TNI dan Polri di daerah sebagai unsur Muspida.
11. Likuidasi Beberapa Departemen oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah pusat dalam Kabinet Pemerintahan Presiden K.H. Abdulrahman Wahid saat ini, telah melikuidasi beberapa departemen diantaranya adalah Departemen Penerangan, Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga, Departemen Sosial dan beberapa departemen serta instansi lainnya. Adapun visi pembubaran departemen dan instansi tersebut dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, pemerintah dalam hal ini bertindak sebagai motivator dan dinamisator saja. Dengan visi tersebut secara kelembagaan tidak ada lagi campur tangan birokrasi dalam pembinaan fungsi tersebut. Diharapkan masyarakat dengan LSM yang ada di daerah akan melakukan pembinaan dan pengembangan fungsi tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sendiri. Kenyataan yang ada pada dasarnya di negara maju fungsi tersebut pada umumnya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
KONDISI SAAT INI
12. Umum. Keberadaan Koter saat ini, secara de fakto dan dalam peksanaan kegiatannya telah menunjukan hasil yang baik dengan mekanisme koordinasi yang dilaksanakan selama ini.
/Keterlibatan. . . . . . .
Keterlibatan Koter dalam hal ini adalah dalam rangka membina potensi wilayah yang terdiri dari unsur geografi, demografi dan kondisi sosial setempat. Pelaksanaan pembinaan potensi wilayah tidak bisa dilaksanakan sendiri oleh Koter, melainkan bersama-sama dengan komponen masyarakat lainnya, baik dari infra maupun supra struktur. Sejauhmana keterlibatan Koter dalam upaya mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah saat ini akan dijelaskan dalam uraian berikut ini.
13. Mendorong Fungsi Penerangan. Koter seperti halnya pada tingkat Kodam dan Korem saat ini, secara struktural memiliki kelembagaan di bidang penerangan yang disebut Penerangan Kodam dan Penerangan Korem masing-masing untuk tingkat Kodam dan Korem. Dikaitkan dengan peran pembinaan teritorial sebagai pembina potensi wilayah, maka unit penerangan baik pada tingkat Kodam maupun Korem telah memerankan fungsinya sebagai pembina insan pers di daerah dengan dibantu oleh unsur staf lain seperti staf intelijen dan terorial. Keberadaan unit penerangan hanya terbatas pada upaya peliputan kegiatan pada lingkup Kodam maupun Korem serta koordinasi dengan insan penerangan lainnya dalam tahap publikasi. Sementara itu dalam era reformasi ini, nampaknya fungsi penerangan untuk unit penerangan yang ada, baik di Kodam maupun Korem dituntut lebih berperan aktif sebagai insan yang mampu mempublikasikan program TNI di media masa secara keseluruhan. Sedangkan fungsi sebagai pembina insan pers dan penerangan, semakin sulit diperankan dihadapkan pada tuntutan keterbukaan, kebersamaan dan kesetaraan serta citra TNI yang kurang mendukung saat ini.
14. Mendorong Fungsi Olah Raga. Secara umum banyak sumbangan tenaga dan pikiran yang telah diberikan oleh prajurit TNI dalam pembinaan prestasi olah raga nasional.
/Pimpinan. . . . . . . .
Pimpinan berbagai cabang pembinaan olah raga dipegang oleh prajurit TNI khususnya para perwira tinggi dan menengah, berbagai kesebelasan, regu bola voli dan lain-lain telah menampilkan prajurit TNI sebagai atlitnya dan telah menunjukan prestasinya di tingkat nasional. Kondisi ini secara sepintas cukup memberikan kesan citra baik pada TNI. Tetapi bila dicermati lebih jauh, cukup banyak borok yang diperbuat oleh unsur pimpinan dalam mengelola sumber daya yang ada di bawah binaannya. Kasus penyelewengan dana di cabang pembinaan olah raga gulat beberapa waktu lalu telah menjadi kasus nasional yang telah mencoreng citra baik TNI. Dalam pengumpulan dana untuk kegiatan pembinaan cabang olah raga dapat dipastikan memanfaatkan nama pimpinan TNI sebagai pembina cabang olah raga tersebut yang memang memiliki kedudukan cukup tinggi untuk menarik dana dari masyarakat. Di satuan terjadi tindakan manipulatif dalam manajemen pembinaan jasmani prajurit. Sering terjadi karena ingin mengejar prestasi, penyusunan organisasi satuan didasari oleh kepentingan sesaat. Sebagai contoh dibentuk kompi yang khusus menyiapkan personil untuk menghadapi pertandingan olah raga, kompi khusus untuk korve dan karya bakti, kompi khusus untuk tugas jaga dan lain sebagainya. Dengan pola ini sasaran pokok untuk menyiapkan satuan siap operasional tidak pernah tercapai. Tuntutan tugas pokok satuan dalam keadaan damai adalah berlatih dan berlatih untuk siap operasi, bukannya mencetak atlit, menjadi tukang bersih kota dan petugas dinas dalam.
15. Mendorong Fungsi Sosial. Kegiatan di bidang sosial yang telah dilaksanakan oleh TNI telah mampu mengangkat citra baik TNI pada masanya. Program AMD (sekarang TMD) telah mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat di desa. Berbagai kegiatan sosial seperti Karya Bhakti, Bhakti Sosial, Manunggal Kesehatan dan lain-lain kegiatan manunggal yang dilaksanakan TNI telah memberikan nilai positif terhadap kiprah TNI di tengah masyarakat.
/Bila. . . . . . . .
Bila dicermati lebih jauh, hasil TMD yang pernah dirasakan masyarakat pedesaan sebagai berkah dari pengabdian TNI, ternyata tidak berbekas setelah masyarakat mengalami kemajuan dalam membangun dirinya. Hal ini disebabkan karena sasaran TMD lebih banyak sasaran fisik dan kurang memiliki nilai strategis. Kita masih belum lupa bagai mana dalam sekejap pos kamling yang nota bene hasil karya TMD, dalam era reformasi telah berubah menjadi posko PDI Perjuangan. Sementara itu keterlibatan TNI dalam kegiatan manunggal, secara nyata telah mengambil alih peran instansi lain. Di sisi lain bahkan tidak jarang komplek perumahan TNI banyak yang terkesan kumuh dan tidak terurus. Masih cukup banyak prajurit yang terpaksa harus mengontrak di daerah kumuh yang sebenarnya tidak layak bagi prajurit, tetapi kondisi itulah terjangkau oleh penghasilan mereka. Melihat kenyataan ini, masihkah TNI terobsesi untuk memprogramkan kegiatan diluar lingkup penugasan, sementara kesejahteraan prajurit TNI sendiri membutuhkan perhatian yang sangat serius.
16. Dari uraian tersebut diatas nampak bahwa upaya mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial yang dilakukan oleh Koter di masa lalu hingga saat ini masih dalam kerangka mendukung peran sosial politik TNI. Keterlibatan TNI dalam mendorong fungsi tersebut sangat sarat dengan nuansa kepentingan politik. Seiring dengan kemajuan yang telah dicapai oleh masyarakat dalam segala bidang, serta tuntutan profesionalisme prajurit TNI, perlu kiranya dicari formula baru dalam pelibatan Koter dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial dalam masyarakat di masa depan.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
17. Umum. Era globalisasi telah memunculkan isu demokratisasi, lingkungan hidup dan HAM, yang telah mendorong terjadinya perubahan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, dengan agenda reformasinya telah mengetengahkan tiga agenda yaitu demokratisasi, hukum dan HAM. /Reformasi. . . . . . . .
Reformasi yang terjadi di Indonesia telah memberikan suasana lain dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia secara umum dan khususnya di daerah. Perubahan suasana tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kebijaksanaan yang sangat mendasar terutama masalah sistim pendekatan yang ditempuh dalam pembangunan. Pendekatan keamanan menjadi tidak begitu populer di masyarakat. Bahkan tidak jarang terjadi masyarakat mulai berani melecehkan aparat yang sedang bertugas dengan ucapan dan teriakan yang sungguh menyakitkan hati. Semua perubahan yang terjadi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Sejauh mana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam masyarakat dan lingkungannya sebagai akibat perubahan global yang terjadi, dihadapkan pada peran Koter di daerah akan dibahas dalam bahasan berikut ini.
18. Faktor Ekstern.
a. Kendala. Perkembangan situasi dunia saat ini dengan isu globalnya dan perkembangan situasi dalam negeri Indonesia dengan era reformasinya telah memunculkan tokoh-tokoh intelektual yang berpikiran kritis dan ingin membawa Indonesia dalam suasana sistim Liberal. Indikasi kearah ini sangat jelas kelihatan, berupa keberanian untuk menghujat jajaran suprastruktur yang ada dan bahkan tanpa kecuali infrastruktur sekalipun. Hal semacam ini sangat tidak mungkin diketemukan pada era sebelum reformasi. Keberhasilan menghapuskan Dwifungsi ABRI terutama peran sosial politik TNI, telah mendorong mereka untuk berusaha menghilangkan peran teritorial dan intelijen TNI, untuk selanjutnya dialihkan peran tersebut kepada pemerintahan sipil.
/Tekanan. . . . . . . .
Tekanan masyarakat internasional terhadap keberadaan TNI diarahkan pada masalah pelanggaran HAM, sehingga TNI menjadi sangat tidak populer di mata masyarakat Indonesia. Pada tingkat daerah isu reformasi terutama dengan dihapuskannya fungsi Sospol telah memberikan penilaian yang keliru dalam melihat Koter dan jajarannya. Sementara itu dengan diberlakukannya UU no. 22/ tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang sangat besar dalam mengelola semua bidang pemerintahan wilayahnya kecuali bidang peradilan, kebijaksanaan moneter, hubungan luar negeri dan pertahanan. Di lain pihak dengan adanya perubahan Departemen Hankam menjadi Departemen Pertahanan, maka akan menempatkan Koter pada posisi yang semakin kurang berperan dilihat dari tataran kewenangan pemerintahan di daerah. Dalam jangka pendek yang akan menjadi kendala adalah belum adanya perundang-undangan yang mengatur peran Koter dalam mendorong fungsi pembinaan masyarakat. Dalam kerangka mendukung kegiatan mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah, TNI tidak berorietasi pada profesionalisme prajurit, tetapi cenderung pada aspek kepentingan politik sesaat. Sementara itu dihapuskannya beberapa departemen dan instansi di pemerintahan, telah memberikan visi baru dalam pembinaan masyarakat, bukan lagi oleh birokrasi tetapi oleh masyarakat itu sendiri. Dengan perubahan visi ini, maka Koter harus menentukan formulasi baru dalam Binter khususnya mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial terhadap masyarakat di daerahnya.
b. Peluang. Masyarakat internasional sebenarnya sangat menginginkan Indonesia dalam keadaan aman dan stabil, mengingat aset mereka, baik dalam bentuk saham, perusahaan dan investasi lainnya cukup banyak di Indonesia. Mereka tidak mau kehilangan asetnya dan sekaligus pasar mereka yang potensial di Indonesia. /Dengan. . . . . . . .
Dengan demikian mereka sangat membutuhkan adanya TNI yang profesional dalam menjaga kedaulatan negara serta dapat menjamin keamanan aset dan potensi pasarnya. Sementara itu masyarakat sipil Indonesia sangat menyadari keberadaan TNI terlebih dalam situasi Indonesia saat ini yang terancam dalam situasi disintegrasi. Dengan adanya perubahan nama Departemen Hankam menjadi Departemen Pertahanan akan memberikan kejelasan bagi satuan Koter dalam memerankan dirinya sebagai pelaksana bidang pertahanan di daerah. Sehingga dalam menyiapkan potensi wilayah menjadi ruang alat dan kondisi juang dapat dikelola dengan baik asalkan memiliki dasar hukum yang jelas seperti perundangan dan aturan lainnya. Keterlibatan Koter dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah setelah tidak terlibatnya birokrasi dalam pembinaan secara langsung terhadap fungsi-fungsi tersebut dapat lebih berarti dan memiliki peluang yang besar apabila mampu menciptakan formulasi baru dalam Binter yang didasari oleh propesionalisme prajurit yang tinggi dan tidak lagi bernuansa politik.
19. Faktor Intern.
a. Kelemahan. Masa lalu TNI yang telah memainkan peran dalam kehidupan politik praktis dengan kedekatannya pada salah satu kekuatan sosial politik telah merusak citra TNI waupun dilakukan oleh sebagaian kecil personil TNI yang memiliki interes tertentu pada masalah politik. Dalam aplikasi kegiatan Koter diakui masih banyak terjadi penyimpangan karena faktor kesalahan manusianya belaka. Kualitas sumber daya manusia TNI tidak sepenuhnya dapat menunjang program kebijaksanaan pimpinan TNI. Piranti lunak yang ada cenderung tidak bisa menyesuaikan dengan tuntutan keadaan.
/Timbulnya. . . . . . . .
Timbulnya pemikiran kreatif dari personil TNI yang ingin melihat doktrin TNI dapat menyesuaikan dengan tuntutan keadaan yang berubah dengan pesat cenderung dilihat dari kaca mata negatifnya saja. Sementara itu walaupun ada pembatasan yang tegas dari pemerintah tentang peran TNI hanya pada masalah pertahanan saja, namun karena masih terbawa oleh pandangan akibat situasi masa lalu, maka diperkirakan pelaksanaan kegiatan Koter khususnya dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial dalam waktu dekat masih banyak menghadapi kendala. Selain itu keterbatasan sumber daya manusia yang ada dan ketidakmampuan untuk memanfaatkan peluang yang ada, merupakan kelemahan struktural yang selama ini ada dan patut dicarikan jalan pemecahannya.
b. Kekuatan. Keberadaan TNI sampai dengan saat ini secara kelembagaan masih sangat solid. Hal ini merupakan jaminan dan harapan masyarakat, baik di mata dunia internasional maupun di tingkat nasional dan daerah. Dihapuskannya Dwi Fungsi ABRI sebenarnya telah menimbulkan kekuatan baru dalam diri personil TNI secara keseluruhan. Personil tidak lagi ragu-ragu dalam bertindak, sebab visi dan misi TNI sangat jelas untuk kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di lain pihak TNI khususnya TNI AD dan jajaran Koter di daerah akan dapat melaksanakan kegiatan sebagai insan Koter apabila ditingkatkan profesionalismenya dan didukung dengan landasan yang jelas seperti perundang-undangan, peraturan dan lain sebagainya. Sementara itu keteribatan Koter dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah telah terwadahi dengan organisasi dan kegiatan di lingkungan Koter selama ini.
/Keberadaan. . . . . . . .
Keberadaan lembaga penerangan di tingkat Kodam dan Korem secara kelembagaan telah memenuhi kepentingan tersebut, tetapi rumusan organisasi dan tugasnya perlu diformulasikan. Dalam pembinaan fungsi olah ragapun secara kelembagaan sudah terpenuhi dan bahkan kegiatannya jauh lebih maju dibandingkan dengan penerangan. Masalahnya peranan lembaganya belum maksimal dan kegiatannya belum mendukung profesionalisme prajurit dalam menghadapi tugas. Demikian pula untuk fungsi sosial baik secara kelembagaan telah ditangani oleh staf teritorial, sedangkan kegiatannya masih perlu perumusan baru sehingga tertunjang oleh profesionalisme prajurit.
ANALISIS ANTARA HARAPAN DAN KEMUNGKINAN
20. Umum. Mencari formulasi baru tentang upaya Koter dalam rangka mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah akan lebih konfrehensif apabila dilakukan melalui suatu proses berpikir yang jernih dengan menggunakan kemampuan analisis yang konfrehensif dan integral. Dalam situasi nasional seperti saat ini dibutuhkan adanya pemahaman oleh seluruh komponen masyarakat termasuk insan prajurit TNI akan perlu adanya supremasi hukum, azas kebersamaan dan kebebasan yang dilandasi oleh perundang-undangan yang mengaturnya. Dengan adanya pemahaman tersebut diharapkan seluruh komponen masyarakat mampu menempatkan dirinya secara tepat sesuai dengan pembatasan yang diberikan pada dirinya dalam suasana kebebasan sebagai mana yang diharapkan masyarakat itu sendiri. Dilandasi oleh latar belakang pemikiran, kondisi upaya Koter mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah saat ini dan faktor yang mempengaruhi, maka dapat dirumuskan harapan dan kemungkinan keterlibatan Koter dalam upaya mendorong fungsi tersebut di daerah di masa depan.
/Keterlibatan. . . . . . .
Keterlibatan Koter di masa depan dalam mendorong fungsi tersebut agar berlandaskan profesionalisme prajurit dan tuntutan realitas masyarakat pada saat itu.
21. Mendorong Fungsi Penerangan. Selama era reformasi ini, kita sangat sadar bahwa TNI mendapat sorotan dalam bentuk hujatan dari berbagai pihak tanpa pernah mampu mengimbangi sorotan tersebut dalam bentuk pembelaan melalui media masa. Sorotan yang paling tajam kepada Koter dihadapkan pada keterlibatannya dalam masalah Binter secara langsung maupun tidak langsung akan memaksa TNI ikut dalam kehidupan politik praktis. Sebagian masyarakat menolak keterlibatan TNI dalam kehidupan politik praktis karena kehadiran TNI akan menjadi hambatan dalam proses demokrasi di Indonesia. Kondisi ini sedang marak diperjuangkan, sehingga tidak memberikan ruang kepada TNI dalam membela diri, termasuk menampilkan fakta dan pengakuan dari pinpinan TNI, bahwa justru TNI-lah yang memelopori proses demokratisasi di Indonesia saat ini. Koter dianggap oleh sebagian kolompok masyarakat sebagai institusi yang menempatkan dirinya sebagai pembina dan berada diatas masyakat, sehingga bertentangan dengan azas kebersamaan dan kesetaraan yang dituntut selama ini. Di lain pihak keterlibatan TNI dalam berbagai kegiatan untuk menangani masalah di beberapa daerah yang bergolak telah dijadikan wahana untuk memojokan TNI dengan tuduhan telah terlibat pada pelanggaran HAM. Berbagai masalah internal TNI mulai dimasuki oleh pihak luar untuk sekedar membuktikan bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pengelolaan manajemen di lingkungan TNI. Semua pemberitaan tersebut terasa sangat memojokan TNI yang memang sudah terpojok dengan masa lalunya. Lebih ironis lagi, sangat sedikit peluang dari TNI untuk melakukan upaya pemberitaan yang bertujuan untuk mengimbangi pemberitaan tersebut. Hal ini terjadi selain karena peluang untuk memberikan bahan pemberitaan yang berimbang belum memungkinkan dihadapkan pada kondisi yang ada.
/Disamping. . . . . . . .
Disamping itu insan penerangan yang ada di Koter belum memiliki kemampuan yang handal dan tidak disiapkan secara profesional untuk hal demikian. Di samping itu ada pembatasan yang diberikan oleh pimpinan dalam kewenangan untuk memberikan siaran pers atau memberikan penjelasan di media massa. Dengan pembatasan tersebut menjadi lengkaplah keterbatasan bagi insan penerangan dalam meningkatkan dan mengembangkan profesionalismenya.
Menyikapi kondisi tersebut diatas, ada baiknya mempertimbangkan kembali untuk memerankan insan penerangan yang ada di Koter, dengan tidak meninggalkan prinsip kerja yang telah dinilai positif selama ini. Keterbatasan yang ada bersumber pada kualitas sumber daya manusia dan belum adanya insan penerangan yang disiapkan secara khusus untuk menjadi insan pers. Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh bila Koter di daerah memiliki insan pers seperti layaknya wartawan: Pertama, Koter mampu memberikan pemberitaan yang berimbang dan sesuai dengan kebijakan pimpinan. Sebab wartawan yang telah dipersiapkan, karena berasal dari prajurit TNI memiliki pendalaman yang baik tentang TNI dengan segala permasalahan yang akan dihadapi. Kedua, peran wartawan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pencarian berita untuk kepentingan intelijen yang memiliki mekanisme kerja yang sinergis dengan fungsi inteljen. Ketiga, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan “public relation” dalam rangka publikasi kegiatan kepada masyarakat. Keempat, memberikan kesejahteraan tambahan kepada insan penerangan dalam pengabdiannya sebagai prajurit/PNS dilingkungan TNI. Kelima, terjadi korelasi antara tuntutan propesionalisme dari prajurit yang bertugas di bidangnya, dihadapkan pada tuntutan untuk mendorong peran penerangan di daerah. Resiko yang terjadi sebagai akibat pembentukan insan pers di unit Penerangan yang ada di Koter, berkisar pada penyiapan personil dan pemberdayaannya dengan dukungan dana yang mungkin cukup besar. Tetapi bila dihadapkan pada keuntungan akan diperoleh jauh lebih besar dari resiko yang akan dihadapi. /22. Mendorong. . . . . . . .
22. Mendorong Fungsi Olah Raga. Keberadaan Pejabat TNI selaku pembina pengurus olah raga memang cukup baik dan memberikan nilai positif bagi kemajuan pembinaan olah raga secara keseluruhan di Tanah Air. Namun demikian ada kesan, bahwa selama ini semua pekerjaan diambil alih oleh TNI, sehingga perlu adanya pembatasan kegiatan pembinaan pada kegiatan yang memiliki relevansi dengan upaya meningkatkan profesionalisme prajurit itu sendiri. Peran Koter yang didukung oleh prajurit TNI dalam meningkatkan jiwa bela negara masyarakat seperti olah raga bela diri, pendaki gunung, pecinta alam, menembak, terjun payung dan lain sebagainya sangat sinergis dengan tuntutan profesialisme prajurit dalam menjalankan tugasnya. Mekanisme kegiatan pembianaan selain memanfaatkan personil Koter di daerah baik yang aktif maupun yang sudah purna tugas selaku tenaga pembina, maka secara organisasi dapat diserahkan kepada ormas binaan Koter yang ada di daerah. Sedangkan kegiatan pembinaannya perlu dikembangkan pada bentuk hiburan yang dapat memberikan rasa tertarik pada dunia keprajuritan seperti “ permainan keprajuritan “ yang telah dikembangkan di beberapa negara maju. Dengan demikian, maka selain mampu memberikan wadah untuk mendekatkan TNI dengan masyarakat di daerah juga dapat dijadikan wadah pembinaan akan kesadaran bela negara yang cukup baik. Karena secara tidak sadar sambil berprestasi dan menghibur diri, maka masyarakat diajak dekat dengan situasi keprajuritan yang mampu menciptakan rasa bangga akan negara dan bangsanya.
Sementara itu kegiatan prajurit dibidang olah raga diarahkan pada olah raga yang menunjang tugas pokok TNI sebagai prajurit seperti bela diri, menembak dan olah raga lainnya. Dalam bidang olah raga bela diri setiap prajurit TNI selain menguasai dengan baik salah satu bela diri juga harus mampu menjadi pelatih atau instruktur.
/Dengan. . . . . . . .
Dengan memiliki kemampuan yang handal dan mampu sebagai pelatih bela diri, maka setiap prajurit TNI yang akan bertugas di Koter akan tertunjang kemampuannya sebagai pembina masyarakat yang disegani. Sebab melalui pembinaan bela diri dapat diberikan materi pembinaan teritorial kepada masyarakat di di wilayah binaannya. Selain itu masyarakat akan segan dengan keberadaan setiap personil Koter di daerah yang selain memiliki kemampuan, juga berwibawa serta dibutuhkan oleh masyarakat. Di bidang olah raga menembak, prajurit TNI dapat menjadi pelopor dalam membina olah raga menembak di daerah, apabila setiap personil TNI yang bertugas dilingkungan Koter memiliki kemampuan menembak dan sebagai pelatih menembak dengan baik. Di masa yang akan datang olah raga menembak akan menjadi populer seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan yang dicapai masyarakat di daerah. Kondisi ini sangat memungkinkan mengingat tuntutan setiap prajurit TNI harus mahir dalam menggunakan senjatanya akan sangat mendorong dengan tuntutan tugas pembinaan fungsi olah raga di daerah.
Olah raga lain yang perlu dikembangkan adalah olah raga yang ada relevansinya dengan profesi di lingkungan TNI seperti terjun payung, panjat tebing, berenang, dayung dan berbagai jenis cabang atletik. Selain kegiatan olah raga dalam cabang tersebut dapat mendorong untuk meningkatkan profesionalisme prajurit, juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembinaan oleh Koter pada masyarakat. Sedangkan cabang olah raga umum seperti sepak bola, bola voli, bulu tangkis dan lain-lainnya, apabila dituntut untuk berprestasi, selain tidak mendukung peningkatan profesionalisme prajurit, juga dapat menimbulkan manipulasi dalam manajemen pembinaan prajurit di satuan yang sangat menyimpang dari tugas pokok satuan.
23. Mendorong Fungsi Sosial. Kegiatan TNI Manunggal yang dilaksanakan TNI selama ini secara fisik sangat dirasakan oleh masyarakat, sehingga kehadirannya sangat dibutuhkan. /Namun. . . . . . . .
Namun di lain pihak kegiatan tersebut dituduhkan oleh sebagian kelompok masyarakat sebagai upaya TNI untuk tetap eksis dalam masalah sosial politik, tanpa mau melihat apa visi dan misi TNI sebenarnya. Apabila dicermati secara mendalam apa makna dan hakekat TNI Manunggal selama ini, sebenarnya mampu memberikan nilai strategis dalam upaya TNI menjaga kemanunggalan TNI dan rakyat. Tetapi kenyataannya, masyarakat dengan sangat mudah mengingkari apa yang sebenarnya mereka sudah nikmati dari hasil jerih payah yang dilakukan prajurit-prajurit TNI selama ini. Hal ini disebabkan apa yang dilakukan dalam kegiatan TNI Manunggal hanya menyentuh kulit dari permasalahan yang dihadapi masyarakat di pedesaan dan hanya bersifat sesaat. Secara nyata patut diakui bahwa hasil pembangunan pisik yang dibuat dalam TNI Manunggal yang tersisa setelah sekian tahun hanya berupa monumen belaka dan itupun sirna tanpa bekas disapu oleh derasnya laju pembangunan di pedesaan beberapa waktu lalu.
Di masa depan kegiatan manunggal perlu ditinjau kembali dengan melihat sasarannya yang bersifat strategis, berskala besar dan memiliki manfaat dengan durasi yang panjang. Bidang yang dapat dikelola di daerah seperti masalah hutan yang belum dikelola dengan maksimal dan sebelum terlambat perlu adanya langkah yang tepat dan terpadu untuk mengelola hutan di daerah. Dalam jangka panjang apabila Koter melalui peran Departemen Pertahanan mampu meyakinkan Pemda selaku pelaksana otonomi untuk mengelola hutan menjadi perkebunan, maka akan dapat berdampak besar terhadap citra Koter di masa depan. Disamping memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, maka hutan yang berubah fungsi menjadi areal perkebunan akan memberikan tata ruang yang baik untuk pemanfaatan ruang pertahanan wilayah. Di lain pihak pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sarana transportasi darat, agar dipelopori oleh Koter untuk merebut hati masyarakat yang dapat bernuansa luas dan menyeluruh.
/Patut. . . . . . . .
Patut diakui saat ini Koter sangat miskin akan penguasaan atas kedua sarana transportasi yang ada di daerah. Dengan penguasaan atas kedua prasarana transportasi tersebut selain menciptakan sistim transportasi yang baik dan memang sangat dibutuhkan saat ini, juga akan memberikan rasa aman kepada masyarakat yang selama ini sering terganggu oleh berbagai tindakan kriminal yang mengancam keselamatan mereka.
Kegiatan sosial lain yang memiliki relevansi dengan profesionalisme keprajuritan adalah kegiatan penyelamatan masyarakat dari bencana alam yaitu dalam wadah SAR. Kegiatan SAR selain sangat erat dengan profesi kemiliteran seperti kegiatan mengesan jejak, mencari titik sasaran di medan dan berbagai bentuk penyelamatan lainnya, juga akan sangat membantu masyarakat yang mengalami musibah bencana alam, kecelakaan dan lain sebagainya. Dengan kemampuan menguasai tehnik dan keterampilan SAR, maka Koter dapat menjadi tenaga kepelatihan bagi masyarakat dalam upaya untuk penyelamatan akibat bencana alam dan kasus kecelakaan lainnya. Mekanisme pembinaan terhadap masyarakat dapat ditempuh dengan kepelatihan langsung, pembinaan Kepramukaan dan latihan dasar keprajuritan bagi kelompok masyarakat tertentu yang membutuhkan. Dengan demikian keterlibatan setiap prajurit dari unsur Koter dalam pembinaan masyarakat untuk mendorong fungsi sosial memiliki relevansi dengan profesionalisme yang dimiliki oleh prajurit itu sendiri. Dengan demikian selain mampu memberikan sumbangan tenaga dan pikiran juga sekaligus dapat meningkatkan profesionalisme prajurit dalam bertugas. Hal ini jauh lebih baik dibanding mengerjakan tugas lainnya yang selain tidak dikuasai oleh prajurit, juga ada kesan telah mengambil alih fungsi dan peran instansi lain, serta tidak memiliki nilai tambah dalam peningkatan kemamampuan prajurit dalam mendukung pelaksanaan tugasnya.
/24. Piranti. . . . . . . .
24. Piranti Lunak. Kondisi piranti lunak yang mengatur keberadaan Koter di daerah sangat lemah, sehingga keterlibatan Koter dalam masalah pembinaan teritorial selalu dipertanyakan dan tidak ada landasan hukumnya. Mengkaitkan UUD 1945, Tap MRP nomor : VII Tahun 2000, UU No. 20/Tahun 1982 dan ketentuan lainnya memang dapat dijadikan sebagai alasan pembenar keberadaan Koter sebagai lembaga suprastruktur di daerah, tetapi keberadaannya tidak dilandasi dengan perundang-undangan yang kuat dan memberikan kewenangan dan tanggungjawab yang jelas. Hal ini perlu diupayakan mengingat di masa depan supremasi hukum akan ditegakan secara tegas. Di samping itu untuk mengantisipasi tuntutan masyarakat terhadap Koter dalam menjalankan tugas, karena keberadaan Koter tidak diakui memiliki azas legalitas. Dengan dilandasi oleh perundang-undangan yang jelas seperti dalam bentuk minimal undang-undang, maka piranti lunak yang lainnya dalam bentuk petunjuk operasional lainnya akan bisa dibuat dan mengacu pada kerja sama dengan instansi lainnya. Melalui piranti lunak tersebutlah dapat dituangkan berbagai bentuk kegiatan pembinaan fungsi dalam masyarakat yang perlu dorongan Koter di daerah. Dengan demikian maka setiap lembaga yang ada dan terkait dalam pembinaan fungsi dalam masyarakat di daerah dapat dibuatkan “memorandum of understanding” yang disepakati antar depatemen, sehingga ada pembagian secara tegas tentang kewenangan dan tugas masing-masing. Keberadaan Koter di daerah tidak lagi menjadi alat pemadam kebaran yang merasa semua harus ditangani, tetapi satupun tidak tertangani dengan baik pada akhirnya. Dengan adanya piranti lunak tersebut diharapkan semua instansi memiliki porsi yang jelas dan saling bertanggungjawab sesuai dengan bidangnya masing-masing. Berlaku azas kebersamaan, kesetaraan dan saling menghormati antarinstansi dan dengan yang lainnya. Pada akhirnya mekanisme kegiatan dalam membina teritorial dapat berjalan dengan baik.
/KESIMPULAN. . . . . . . .
KESIMPULAN DAN SARAN
25. Kesimpulan. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa upaya Koter dalam rangka mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah perlu ditinjau dan dirumuskan kembali sesuai dengan tuntutan tugas dan perkembangan masyarakat dimasa depan. Peninjauan dan perumusan tersebut perlu dilakukan untuk menyelaraskan antara tuntutan profesionalisme yang harus dimiliki oleh TNI dengan sumbangan tenaga dan pikiran oleh setiap prajurit Koter untuk mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah. Akan lebih tegas lagi apabila keterlibatan TNI dalam kegiatan mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah memiliki landasan hukum berupa perundang-undangan yang jelas. Konsekuansi dari hal diatas adalah TNI melalui unsur Koter yang ada di daerah harus meningkatkan profesionalisme setiap personilnya, sehingga hasil yang dicapai maksimal dan dirasakan oleh masyarakat manfaatnya. Materi pembinaan yang dilakukan Koter untuk mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial lebih selektif dan memiliki relevansi dengan profesionalisme yang ada pada prajurit.
26. Saran. Melalui pembahasan tersebut diatas, maka untuk dapat mengoptimalkan peran Koter di daerah dihadapkan dengan perkembangan di masa depan, khususnya dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :
a. Perlu ditingkatkan secara struktur dan kewenangan peran unsur penerangan Koter yang ada di daerah, yang selama ini hanya sekedar melaksanakan koordinasi dengan insan pers dan instansi lainnya, menjadi memiliki personil sebagai wartawan.
/Dengan . . . . . . .
Dengan kemampuan yang dimiliki dapat mencari data, menyusun tulisan dan mempublikasikan berbagai kebijaksanaan TNI yang menjadi wewenang Koter untuk disampaikan kepada masyarakat di daerah. Dan apabila memungkinkan Koter dengan kewenangan dan dukungan yang terbatas mampu membuat media tersendiri untuk meramaikan wahana penerangan di daerah.
b. Dalam pembinaan olah raga setiap personil TNI yang akan bertugas di Koter harus menguasai cabang olah raga tertentu untuk mendukung tugas pembinaan di daerah. Adapun cagang olah raga yang wajib adalah salah satu cabang bela diri, menembak, olah raga yang ada kaitannya dengan profesi kemiliteran seperti terjun payung, dayung dan lain sebagainya. Setiap markas satuan dapatnya membentuk wadah pembinaan dan menjadi pusat latihan berbagai jenis cabang olah raga. Disamping itu dapatnya setiap daerah di bentuk pusat kegiatan permainan keprajuritan yang memadukan unsur bisnis dengan rekreasi..
c. Dalam pembinaan fungsi sosial dapatnya kegiatan sosial yang dilakukan Koter memiliki relevansi dengan profesionalisme yang dimiliki oleh prajurit TNI. Kegiatan yang disarankan meliputi penetapan sasaran TMD yang bersifat strategis dan berskala besar, pembentukan unit SAR di setiap satuan, mendorong semangat bela negara melalui latihan kepramukaan dan latihan dasar keprajuritan serta setiap saat dapat memberikan bantuan kepada masyarakat yang mengalami musibah bencana alam.
/PENUTUP. . . . . . . .
PENUTUP
27. Demikian tulisan ini dibuat untuk dapatnya dijadikan sebagai bahan masukan kepada Komando Atasan, dengan harapan dimasa depan Koter tetap merupakan ujung tombak pembinaan potensi wilayah menjadi kekuatan juang yang handal, sehingga peran teritorial diterima keberadaannya oleh masyarakat secara proporsional.
Palangka Raya, 2 Desember 2000
MENDORONG FUNGSI PENERANGAN, OLAH RAGA
DAN SOSIAL DI DAERAH
PENDAHULUAN
1. Umum. Dunia saat ini telah memasuki suatu kurun waktu yang ditandai oleh saling ketergantungan (interdefendensi) antar bangsa yang semakin mendalam serta globalisasi dan saling keterkaitan antarmasalah yang semakin erat. Berkat kemajuan-kemajuan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi dan transportasi, dunia terasa semakin menciut dan batas-batas negara semakin kabur. Sementara peradaban umat manusia dewasa ini tengah memulai suatu masa peralihan, suatu zaman pancaroba yang berkepanjangan dan serba tidak menentu. Sendi-sendi tatanan politik dan ekonomi internasional, yang terbentuk seusai Perang Dunia II mulai berguguran, sedangkan suatu tatanan dunia baru masih sedang mencari bentuknya dan masih jauh dari mapan. Bangsa-bangsa, negara-negara dan lembaga internasional-pun tanpa kecuali harus menyesuaikan diri pada konstelasi global yang telah berubah dan sedang terus berubah sedemikian drastisnya.
Arus globalisasi telah menghembuskan angin segar tentang isu demokratisasi, Hak Azasi Manusia ( HAM ) dan Lingkungan Hidup, telah menghantarkan bangsa Indonesia dalam era reformasi, setelah terlebih dahulu mengalami krisis moneter yang berkepanjangan.
/Arus. . . . . . .
Arus reformasi di Indonesia telah menetapkan tiga agenda yaitu demokrasi, hukum dan HAM, yang hingga saat ini telah mulai dilaksanakan, walaupun beberapa kalangan masih belum puas akan hasil yang dicapai. Ketidakpuasan sebagian komponen bangsa ini cukup beralasan, sebab agenda yang dicanangkan seperti Otonomi Daerah, yang bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada daerah dalam pengelolaan sumber daya yang ada di daerahnya hanya sebagai wacana politik. Sementara itu penegakan hukum belum sepenuhnya berjalan sebagaimana tuntutan masyarakat luas, sedangkan upaya untuk penegakan HAM, masih jauh dari harapan, karena telah menempatkan masalah HAM pada posisi kepentingan politik, bukan pada upaya penegakan HAM itu sendiri. Semua ekses ketidakpuasan tersebut telah memicu timbulnya keinginan beberapa daerah di Indonesia untuk memisahkan diri dari kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keinginan sebagian daerah untuk memisahkan diri dari NKRI, sebenarnya bukan kehendak masyarakat secara luas, tetapi adanya sekelompok elit di daerah yang memiliki kepentingan politik untuk menekan pemerintah pusat, agar agenda politiknya di daerah tercapai.
Sementara itu telah terjadi perubahan mendasar di lingkungan TNI, sesuai Ketetapan MPR nomor : TAP/VII/2000 tentang Peran TNI dan Polri. Salah satunya telah memberi kewenangan pada TNI dalam bidang Teritorial. Kondisi ini telah menempatkan fungsi TNI di bidang teritorial dalam tatanan hukum di Indonesia, walaupun masih harus diperjuangkan sampai dalam bentuk perundang-undangan. Sebagai pembina teritorial di daerah, dalam pelaksanaan kegiatannya akan berhadapan dengan aspek geografi, demografi dan kondisi sosial untuk dibina menjadi ruang, alat dan kondisi juang untuk kepentingan pertahananan. Dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan teritorial dihadapkan pada tuntutan di masa depan dengan berlakunya sistim otonomi daerah, maka melalui tulisan ini mencoba menampilkan formulasi baru dalam upaya pembinaan teritorial dimasa yang akan datang.
/Binter. . . . . . .
Binter di masa depan khususnya dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah, agar dilandasi oleh profesionalisme para pelaku Binter dalam rangka meciptakan potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang yang tangguh dan mampu menjawab tantangan tugas masa depan.
2. Maksud dan Tujuan.
a. Maksud. Memberikan gambaran tentang upaya Koter dalam rangka mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah di masa depan, dihadapkan pada tuntutan profesionalisme dalam pelaksanaan tugas.
b. Tujuan. Sebagai bahan masukan bagi pimpinan dalam menentukan kebijaksanaan dalam bidang Binter yang dilaksanakan oleh Koter di daerah, khususnya dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial.
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Lingkup penulisan ini meliputi upaya pembinaan teritorial dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah dihadapkan pada perkembangan situasi saat ini dan prediksi masa depan, dengan tata urut penulisan sebagai berikut :
a. Pendahuluan.
b. Landasan dan Latar Belakang Pemikiran.
c. Kondisi Saat Ini.
d. Faktor yang Mempengaruhi.
e. Analisis Antara Harapan dan Kemungkinan.
f. Kesimpulan dan Saran.
g. Penutup.
/4. Metode. . . . . . .
4. Metoda dan Pendekatan. Penulisan karya tulis ini menggunakan metode diskriptif analisis dengan pendekatan pengamatan langsung dilapangan.
5. Pengertian.
a. Permainan Keprajuritan adalah sarana rekreasi di medan terbuka yang telah disiapkan sedemikian rupa dengan berbagai sarana dan prasarana pertempuran serta perangkat aturan mainnya yang dapat digunakan oleh masyarakat umum untuk mengenal kegiatan prajurit di medan tempur yang di simulasikan.
b. Satuan Koter sebagai basis kegiatan pembinaan olah raga mengandung arti bahwa setiap satuan memiliki semacam klub seperti klub menembak, Pedepokan silat, Pengurus Ranting bela diri dan lain-lain.
c. Insan Penerangan adalah personil penerangan yang memiliki kemampuan dibidang pencarian berita, pengungkapan kasus, penyajian berita atau makalah serta penyiapan bahan publikasi di media masa.
LANDASAN DAN LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
6. Umum. Keberadaan dan integritas Koter di daerah dalam beberapa tahun terakhir ini sangat baik dan kondusif serta sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena Koter dapat memerankan fungsinya ditengah masyarakat yang memang membutuhkan keberadaannya. Seiring dengan perubahan zaman khususnya di era reformasi saat ini, keberadaan Koter mulai dipertanyakan dan bahkan ada tuntutan sebagian komponen bangsa ini agar Koter dibubarkan.
/Hal. . . . . . . .
Hal ini terjadi selain sebagai imbas dari dihentikannya keterlibatan TNI dalam masalah politik, juga sebagai akibat dari adanya penyimpangan dari para pelaku Koter di tengah masyarakat yang tidak lagi berpijak pada kepentingan masyarakat. Di sisi lain, beberapa lembaga diluar TNI telah direformasi seperti Departemen Penerangan, Departemen Sosial dan Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga serta departemen dan instansi lainnya, sebagai langkah pemerintah menyikapi tuntutan reformasi. Mencermati kondisi tersebut maka dalam pembahasan ini akan menjelaskan apa yang menjadi landasan dan latar belakang pemikiran tentang upaya Koter di daerah dihadapkan pada perkembangan situasi saat ini, seperti dibahas dalam tulisan berikut ini.
7. Landasan Hukum. Secara hukum ( de yure ) keberadaan Koter tidak memiliki landasan yang kuat. Keberadaannya hanya berlandaskan pada kelembagaan TNI sebagai pemegang peran dan fungsi pembinaan teritorial, konsekwensi logis dari TAP MPR nomor: VII Tahun 2000 dan sistim pertahanan yang dianut secara nasional. Hal ini memberikan fakta bahwa keberadaan Koter nyata dan dibutuhkan adanya ( de facto ). Tetapi apabila dikaji secara substansial dihadapkan pada tuntutan sistem pertahanan yang dianut, maka keberadaan Koter merupakan hal yang logis dengan pertimbangan geografi, demografi dan kondisi sosial yang ada. Dengan pertimbangan tersebut maka UUD 1945 pasal 30, UU no 20/Tahun 1982 serta perundang-undangan lainnya secara hukum dapat dijadikan acuan keberadaan Koter, namun demikian perlu adanya landasan hukum yang mengikat lebih kuat dalam operasionalnya.
8. Landasan Operasional. Doktrin Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta merupakan landasan operasional Koter dalam menyiapkan seluruh potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang.
/Koter. . . . . . .
Koter sebagai pembina teritorial akan berhadapan pada unsur geografi, demografi dan kondisi sosial masyarakat sebagai akibat dari permasalahan yang timbul pada kedua unsur sebelumnya. Penyiapan potensi wilayah menjadi ruang, alat dan kondisi juang sebagai persyaratan wilayah pertahanan yang sengaja dipersiapkan, sehingga memiliki ketahanan menghadapi bentuk ancaman yang ada, baik dari luar maupun dari dalam negeri. Dengan adanya landasan operasional tersebut telah menempatkan Koter pada posisi yang dibutuhkan pada sistim pertahanan negara sebagai instrumen yang menyiapkan unsur pertahanan yang dikehendaki sesuai doktrin yang dianut.
9. Tuntutan Sebagaian Kelompok Masyarakat agar Koter Dibubarkan. Melalui para pakar dan bahkan pejabat birokrasi telah menyampaikan berbagai sumbang pemikiran tentang keberadaan Koter. Pada dasarnya para pemikir, baik dari intelektual sipil maupun militer, telah menyuarakan adanya tuntutan pembubaran terhadap Koter, karena disinyalir akan mampu mempengaruhi netralitas TNI dalam bidang politik untuk jangka panjang. Demikian gencarnya tuntutan tersebut, bahkan telah dirancang dalam suatu sistim periode jangka pendek, menengah dan panjang yang sangat sistematis mulai dengan rencana pembubaran Koter di Aceh dalam jangka pendek, Babinsa, Koramil dalam jangka menengah dan Kodim, Korem dan Kodam dalam jangka panjang ( Kompas, tanggal 25 Nopember 1999). Tuntutan ini, seperti halnya tuntutan serupa untuk peran sospol tidak bisa dianggap sepele, karena mengacu pada norma universal terutama di negara-negara maju. Nampaknya tuntutan tersebut akan semakin keras seiring dengan proses demokratisasi yang memang sedang derasnya bergulir di Indonesia.
10. Otonomi Daerah. Pelaksanaan Undang-Undang No.22/Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah segera dilaksanakan pada 1 Januari 2001.
/Kondisi. . . . . . . .
Kondisi ini menempatkan Pemda sebagai penguasa tunggal dan memiliki kewenangan penuh dalam mengelola potensi wilayah untuk kepentingan pembangunan di daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagian kewenangan yang ada tersebut sudah biasa dilakukan oleh TNI dan Polri dan mengingat ada pengalihan wewenang penuh kepada Pemda, maka perlu adanya ketentuan baru yang mengatur, sehingga ada ketegasan dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan di daerah, khususnya keterlibatan pimpinan TNI dan Polri di daerah sebagai unsur Muspida.
11. Likuidasi Beberapa Departemen oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah pusat dalam Kabinet Pemerintahan Presiden K.H. Abdulrahman Wahid saat ini, telah melikuidasi beberapa departemen diantaranya adalah Departemen Penerangan, Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga, Departemen Sosial dan beberapa departemen serta instansi lainnya. Adapun visi pembubaran departemen dan instansi tersebut dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, pemerintah dalam hal ini bertindak sebagai motivator dan dinamisator saja. Dengan visi tersebut secara kelembagaan tidak ada lagi campur tangan birokrasi dalam pembinaan fungsi tersebut. Diharapkan masyarakat dengan LSM yang ada di daerah akan melakukan pembinaan dan pengembangan fungsi tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sendiri. Kenyataan yang ada pada dasarnya di negara maju fungsi tersebut pada umumnya dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
KONDISI SAAT INI
12. Umum. Keberadaan Koter saat ini, secara de fakto dan dalam peksanaan kegiatannya telah menunjukan hasil yang baik dengan mekanisme koordinasi yang dilaksanakan selama ini.
/Keterlibatan. . . . . . .
Keterlibatan Koter dalam hal ini adalah dalam rangka membina potensi wilayah yang terdiri dari unsur geografi, demografi dan kondisi sosial setempat. Pelaksanaan pembinaan potensi wilayah tidak bisa dilaksanakan sendiri oleh Koter, melainkan bersama-sama dengan komponen masyarakat lainnya, baik dari infra maupun supra struktur. Sejauhmana keterlibatan Koter dalam upaya mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah saat ini akan dijelaskan dalam uraian berikut ini.
13. Mendorong Fungsi Penerangan. Koter seperti halnya pada tingkat Kodam dan Korem saat ini, secara struktural memiliki kelembagaan di bidang penerangan yang disebut Penerangan Kodam dan Penerangan Korem masing-masing untuk tingkat Kodam dan Korem. Dikaitkan dengan peran pembinaan teritorial sebagai pembina potensi wilayah, maka unit penerangan baik pada tingkat Kodam maupun Korem telah memerankan fungsinya sebagai pembina insan pers di daerah dengan dibantu oleh unsur staf lain seperti staf intelijen dan terorial. Keberadaan unit penerangan hanya terbatas pada upaya peliputan kegiatan pada lingkup Kodam maupun Korem serta koordinasi dengan insan penerangan lainnya dalam tahap publikasi. Sementara itu dalam era reformasi ini, nampaknya fungsi penerangan untuk unit penerangan yang ada, baik di Kodam maupun Korem dituntut lebih berperan aktif sebagai insan yang mampu mempublikasikan program TNI di media masa secara keseluruhan. Sedangkan fungsi sebagai pembina insan pers dan penerangan, semakin sulit diperankan dihadapkan pada tuntutan keterbukaan, kebersamaan dan kesetaraan serta citra TNI yang kurang mendukung saat ini.
14. Mendorong Fungsi Olah Raga. Secara umum banyak sumbangan tenaga dan pikiran yang telah diberikan oleh prajurit TNI dalam pembinaan prestasi olah raga nasional.
/Pimpinan. . . . . . . .
Pimpinan berbagai cabang pembinaan olah raga dipegang oleh prajurit TNI khususnya para perwira tinggi dan menengah, berbagai kesebelasan, regu bola voli dan lain-lain telah menampilkan prajurit TNI sebagai atlitnya dan telah menunjukan prestasinya di tingkat nasional. Kondisi ini secara sepintas cukup memberikan kesan citra baik pada TNI. Tetapi bila dicermati lebih jauh, cukup banyak borok yang diperbuat oleh unsur pimpinan dalam mengelola sumber daya yang ada di bawah binaannya. Kasus penyelewengan dana di cabang pembinaan olah raga gulat beberapa waktu lalu telah menjadi kasus nasional yang telah mencoreng citra baik TNI. Dalam pengumpulan dana untuk kegiatan pembinaan cabang olah raga dapat dipastikan memanfaatkan nama pimpinan TNI sebagai pembina cabang olah raga tersebut yang memang memiliki kedudukan cukup tinggi untuk menarik dana dari masyarakat. Di satuan terjadi tindakan manipulatif dalam manajemen pembinaan jasmani prajurit. Sering terjadi karena ingin mengejar prestasi, penyusunan organisasi satuan didasari oleh kepentingan sesaat. Sebagai contoh dibentuk kompi yang khusus menyiapkan personil untuk menghadapi pertandingan olah raga, kompi khusus untuk korve dan karya bakti, kompi khusus untuk tugas jaga dan lain sebagainya. Dengan pola ini sasaran pokok untuk menyiapkan satuan siap operasional tidak pernah tercapai. Tuntutan tugas pokok satuan dalam keadaan damai adalah berlatih dan berlatih untuk siap operasi, bukannya mencetak atlit, menjadi tukang bersih kota dan petugas dinas dalam.
15. Mendorong Fungsi Sosial. Kegiatan di bidang sosial yang telah dilaksanakan oleh TNI telah mampu mengangkat citra baik TNI pada masanya. Program AMD (sekarang TMD) telah mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat di desa. Berbagai kegiatan sosial seperti Karya Bhakti, Bhakti Sosial, Manunggal Kesehatan dan lain-lain kegiatan manunggal yang dilaksanakan TNI telah memberikan nilai positif terhadap kiprah TNI di tengah masyarakat.
/Bila. . . . . . . .
Bila dicermati lebih jauh, hasil TMD yang pernah dirasakan masyarakat pedesaan sebagai berkah dari pengabdian TNI, ternyata tidak berbekas setelah masyarakat mengalami kemajuan dalam membangun dirinya. Hal ini disebabkan karena sasaran TMD lebih banyak sasaran fisik dan kurang memiliki nilai strategis. Kita masih belum lupa bagai mana dalam sekejap pos kamling yang nota bene hasil karya TMD, dalam era reformasi telah berubah menjadi posko PDI Perjuangan. Sementara itu keterlibatan TNI dalam kegiatan manunggal, secara nyata telah mengambil alih peran instansi lain. Di sisi lain bahkan tidak jarang komplek perumahan TNI banyak yang terkesan kumuh dan tidak terurus. Masih cukup banyak prajurit yang terpaksa harus mengontrak di daerah kumuh yang sebenarnya tidak layak bagi prajurit, tetapi kondisi itulah terjangkau oleh penghasilan mereka. Melihat kenyataan ini, masihkah TNI terobsesi untuk memprogramkan kegiatan diluar lingkup penugasan, sementara kesejahteraan prajurit TNI sendiri membutuhkan perhatian yang sangat serius.
16. Dari uraian tersebut diatas nampak bahwa upaya mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial yang dilakukan oleh Koter di masa lalu hingga saat ini masih dalam kerangka mendukung peran sosial politik TNI. Keterlibatan TNI dalam mendorong fungsi tersebut sangat sarat dengan nuansa kepentingan politik. Seiring dengan kemajuan yang telah dicapai oleh masyarakat dalam segala bidang, serta tuntutan profesionalisme prajurit TNI, perlu kiranya dicari formula baru dalam pelibatan Koter dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial dalam masyarakat di masa depan.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
17. Umum. Era globalisasi telah memunculkan isu demokratisasi, lingkungan hidup dan HAM, yang telah mendorong terjadinya perubahan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, dengan agenda reformasinya telah mengetengahkan tiga agenda yaitu demokratisasi, hukum dan HAM. /Reformasi. . . . . . . .
Reformasi yang terjadi di Indonesia telah memberikan suasana lain dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia secara umum dan khususnya di daerah. Perubahan suasana tersebut menyebabkan terjadinya perubahan kebijaksanaan yang sangat mendasar terutama masalah sistim pendekatan yang ditempuh dalam pembangunan. Pendekatan keamanan menjadi tidak begitu populer di masyarakat. Bahkan tidak jarang terjadi masyarakat mulai berani melecehkan aparat yang sedang bertugas dengan ucapan dan teriakan yang sungguh menyakitkan hati. Semua perubahan yang terjadi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Sejauh mana faktor-faktor tersebut berpengaruh dalam masyarakat dan lingkungannya sebagai akibat perubahan global yang terjadi, dihadapkan pada peran Koter di daerah akan dibahas dalam bahasan berikut ini.
18. Faktor Ekstern.
a. Kendala. Perkembangan situasi dunia saat ini dengan isu globalnya dan perkembangan situasi dalam negeri Indonesia dengan era reformasinya telah memunculkan tokoh-tokoh intelektual yang berpikiran kritis dan ingin membawa Indonesia dalam suasana sistim Liberal. Indikasi kearah ini sangat jelas kelihatan, berupa keberanian untuk menghujat jajaran suprastruktur yang ada dan bahkan tanpa kecuali infrastruktur sekalipun. Hal semacam ini sangat tidak mungkin diketemukan pada era sebelum reformasi. Keberhasilan menghapuskan Dwifungsi ABRI terutama peran sosial politik TNI, telah mendorong mereka untuk berusaha menghilangkan peran teritorial dan intelijen TNI, untuk selanjutnya dialihkan peran tersebut kepada pemerintahan sipil.
/Tekanan. . . . . . . .
Tekanan masyarakat internasional terhadap keberadaan TNI diarahkan pada masalah pelanggaran HAM, sehingga TNI menjadi sangat tidak populer di mata masyarakat Indonesia. Pada tingkat daerah isu reformasi terutama dengan dihapuskannya fungsi Sospol telah memberikan penilaian yang keliru dalam melihat Koter dan jajarannya. Sementara itu dengan diberlakukannya UU no. 22/ tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang sangat besar dalam mengelola semua bidang pemerintahan wilayahnya kecuali bidang peradilan, kebijaksanaan moneter, hubungan luar negeri dan pertahanan. Di lain pihak dengan adanya perubahan Departemen Hankam menjadi Departemen Pertahanan, maka akan menempatkan Koter pada posisi yang semakin kurang berperan dilihat dari tataran kewenangan pemerintahan di daerah. Dalam jangka pendek yang akan menjadi kendala adalah belum adanya perundang-undangan yang mengatur peran Koter dalam mendorong fungsi pembinaan masyarakat. Dalam kerangka mendukung kegiatan mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah, TNI tidak berorietasi pada profesionalisme prajurit, tetapi cenderung pada aspek kepentingan politik sesaat. Sementara itu dihapuskannya beberapa departemen dan instansi di pemerintahan, telah memberikan visi baru dalam pembinaan masyarakat, bukan lagi oleh birokrasi tetapi oleh masyarakat itu sendiri. Dengan perubahan visi ini, maka Koter harus menentukan formulasi baru dalam Binter khususnya mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial terhadap masyarakat di daerahnya.
b. Peluang. Masyarakat internasional sebenarnya sangat menginginkan Indonesia dalam keadaan aman dan stabil, mengingat aset mereka, baik dalam bentuk saham, perusahaan dan investasi lainnya cukup banyak di Indonesia. Mereka tidak mau kehilangan asetnya dan sekaligus pasar mereka yang potensial di Indonesia. /Dengan. . . . . . . .
Dengan demikian mereka sangat membutuhkan adanya TNI yang profesional dalam menjaga kedaulatan negara serta dapat menjamin keamanan aset dan potensi pasarnya. Sementara itu masyarakat sipil Indonesia sangat menyadari keberadaan TNI terlebih dalam situasi Indonesia saat ini yang terancam dalam situasi disintegrasi. Dengan adanya perubahan nama Departemen Hankam menjadi Departemen Pertahanan akan memberikan kejelasan bagi satuan Koter dalam memerankan dirinya sebagai pelaksana bidang pertahanan di daerah. Sehingga dalam menyiapkan potensi wilayah menjadi ruang alat dan kondisi juang dapat dikelola dengan baik asalkan memiliki dasar hukum yang jelas seperti perundangan dan aturan lainnya. Keterlibatan Koter dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah setelah tidak terlibatnya birokrasi dalam pembinaan secara langsung terhadap fungsi-fungsi tersebut dapat lebih berarti dan memiliki peluang yang besar apabila mampu menciptakan formulasi baru dalam Binter yang didasari oleh propesionalisme prajurit yang tinggi dan tidak lagi bernuansa politik.
19. Faktor Intern.
a. Kelemahan. Masa lalu TNI yang telah memainkan peran dalam kehidupan politik praktis dengan kedekatannya pada salah satu kekuatan sosial politik telah merusak citra TNI waupun dilakukan oleh sebagaian kecil personil TNI yang memiliki interes tertentu pada masalah politik. Dalam aplikasi kegiatan Koter diakui masih banyak terjadi penyimpangan karena faktor kesalahan manusianya belaka. Kualitas sumber daya manusia TNI tidak sepenuhnya dapat menunjang program kebijaksanaan pimpinan TNI. Piranti lunak yang ada cenderung tidak bisa menyesuaikan dengan tuntutan keadaan.
/Timbulnya. . . . . . . .
Timbulnya pemikiran kreatif dari personil TNI yang ingin melihat doktrin TNI dapat menyesuaikan dengan tuntutan keadaan yang berubah dengan pesat cenderung dilihat dari kaca mata negatifnya saja. Sementara itu walaupun ada pembatasan yang tegas dari pemerintah tentang peran TNI hanya pada masalah pertahanan saja, namun karena masih terbawa oleh pandangan akibat situasi masa lalu, maka diperkirakan pelaksanaan kegiatan Koter khususnya dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial dalam waktu dekat masih banyak menghadapi kendala. Selain itu keterbatasan sumber daya manusia yang ada dan ketidakmampuan untuk memanfaatkan peluang yang ada, merupakan kelemahan struktural yang selama ini ada dan patut dicarikan jalan pemecahannya.
b. Kekuatan. Keberadaan TNI sampai dengan saat ini secara kelembagaan masih sangat solid. Hal ini merupakan jaminan dan harapan masyarakat, baik di mata dunia internasional maupun di tingkat nasional dan daerah. Dihapuskannya Dwi Fungsi ABRI sebenarnya telah menimbulkan kekuatan baru dalam diri personil TNI secara keseluruhan. Personil tidak lagi ragu-ragu dalam bertindak, sebab visi dan misi TNI sangat jelas untuk kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di lain pihak TNI khususnya TNI AD dan jajaran Koter di daerah akan dapat melaksanakan kegiatan sebagai insan Koter apabila ditingkatkan profesionalismenya dan didukung dengan landasan yang jelas seperti perundang-undangan, peraturan dan lain sebagainya. Sementara itu keteribatan Koter dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah telah terwadahi dengan organisasi dan kegiatan di lingkungan Koter selama ini.
/Keberadaan. . . . . . . .
Keberadaan lembaga penerangan di tingkat Kodam dan Korem secara kelembagaan telah memenuhi kepentingan tersebut, tetapi rumusan organisasi dan tugasnya perlu diformulasikan. Dalam pembinaan fungsi olah ragapun secara kelembagaan sudah terpenuhi dan bahkan kegiatannya jauh lebih maju dibandingkan dengan penerangan. Masalahnya peranan lembaganya belum maksimal dan kegiatannya belum mendukung profesionalisme prajurit dalam menghadapi tugas. Demikian pula untuk fungsi sosial baik secara kelembagaan telah ditangani oleh staf teritorial, sedangkan kegiatannya masih perlu perumusan baru sehingga tertunjang oleh profesionalisme prajurit.
ANALISIS ANTARA HARAPAN DAN KEMUNGKINAN
20. Umum. Mencari formulasi baru tentang upaya Koter dalam rangka mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah akan lebih konfrehensif apabila dilakukan melalui suatu proses berpikir yang jernih dengan menggunakan kemampuan analisis yang konfrehensif dan integral. Dalam situasi nasional seperti saat ini dibutuhkan adanya pemahaman oleh seluruh komponen masyarakat termasuk insan prajurit TNI akan perlu adanya supremasi hukum, azas kebersamaan dan kebebasan yang dilandasi oleh perundang-undangan yang mengaturnya. Dengan adanya pemahaman tersebut diharapkan seluruh komponen masyarakat mampu menempatkan dirinya secara tepat sesuai dengan pembatasan yang diberikan pada dirinya dalam suasana kebebasan sebagai mana yang diharapkan masyarakat itu sendiri. Dilandasi oleh latar belakang pemikiran, kondisi upaya Koter mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah saat ini dan faktor yang mempengaruhi, maka dapat dirumuskan harapan dan kemungkinan keterlibatan Koter dalam upaya mendorong fungsi tersebut di daerah di masa depan.
/Keterlibatan. . . . . . .
Keterlibatan Koter di masa depan dalam mendorong fungsi tersebut agar berlandaskan profesionalisme prajurit dan tuntutan realitas masyarakat pada saat itu.
21. Mendorong Fungsi Penerangan. Selama era reformasi ini, kita sangat sadar bahwa TNI mendapat sorotan dalam bentuk hujatan dari berbagai pihak tanpa pernah mampu mengimbangi sorotan tersebut dalam bentuk pembelaan melalui media masa. Sorotan yang paling tajam kepada Koter dihadapkan pada keterlibatannya dalam masalah Binter secara langsung maupun tidak langsung akan memaksa TNI ikut dalam kehidupan politik praktis. Sebagian masyarakat menolak keterlibatan TNI dalam kehidupan politik praktis karena kehadiran TNI akan menjadi hambatan dalam proses demokrasi di Indonesia. Kondisi ini sedang marak diperjuangkan, sehingga tidak memberikan ruang kepada TNI dalam membela diri, termasuk menampilkan fakta dan pengakuan dari pinpinan TNI, bahwa justru TNI-lah yang memelopori proses demokratisasi di Indonesia saat ini. Koter dianggap oleh sebagian kolompok masyarakat sebagai institusi yang menempatkan dirinya sebagai pembina dan berada diatas masyakat, sehingga bertentangan dengan azas kebersamaan dan kesetaraan yang dituntut selama ini. Di lain pihak keterlibatan TNI dalam berbagai kegiatan untuk menangani masalah di beberapa daerah yang bergolak telah dijadikan wahana untuk memojokan TNI dengan tuduhan telah terlibat pada pelanggaran HAM. Berbagai masalah internal TNI mulai dimasuki oleh pihak luar untuk sekedar membuktikan bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pengelolaan manajemen di lingkungan TNI. Semua pemberitaan tersebut terasa sangat memojokan TNI yang memang sudah terpojok dengan masa lalunya. Lebih ironis lagi, sangat sedikit peluang dari TNI untuk melakukan upaya pemberitaan yang bertujuan untuk mengimbangi pemberitaan tersebut. Hal ini terjadi selain karena peluang untuk memberikan bahan pemberitaan yang berimbang belum memungkinkan dihadapkan pada kondisi yang ada.
/Disamping. . . . . . . .
Disamping itu insan penerangan yang ada di Koter belum memiliki kemampuan yang handal dan tidak disiapkan secara profesional untuk hal demikian. Di samping itu ada pembatasan yang diberikan oleh pimpinan dalam kewenangan untuk memberikan siaran pers atau memberikan penjelasan di media massa. Dengan pembatasan tersebut menjadi lengkaplah keterbatasan bagi insan penerangan dalam meningkatkan dan mengembangkan profesionalismenya.
Menyikapi kondisi tersebut diatas, ada baiknya mempertimbangkan kembali untuk memerankan insan penerangan yang ada di Koter, dengan tidak meninggalkan prinsip kerja yang telah dinilai positif selama ini. Keterbatasan yang ada bersumber pada kualitas sumber daya manusia dan belum adanya insan penerangan yang disiapkan secara khusus untuk menjadi insan pers. Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh bila Koter di daerah memiliki insan pers seperti layaknya wartawan: Pertama, Koter mampu memberikan pemberitaan yang berimbang dan sesuai dengan kebijakan pimpinan. Sebab wartawan yang telah dipersiapkan, karena berasal dari prajurit TNI memiliki pendalaman yang baik tentang TNI dengan segala permasalahan yang akan dihadapi. Kedua, peran wartawan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pencarian berita untuk kepentingan intelijen yang memiliki mekanisme kerja yang sinergis dengan fungsi inteljen. Ketiga, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan “public relation” dalam rangka publikasi kegiatan kepada masyarakat. Keempat, memberikan kesejahteraan tambahan kepada insan penerangan dalam pengabdiannya sebagai prajurit/PNS dilingkungan TNI. Kelima, terjadi korelasi antara tuntutan propesionalisme dari prajurit yang bertugas di bidangnya, dihadapkan pada tuntutan untuk mendorong peran penerangan di daerah. Resiko yang terjadi sebagai akibat pembentukan insan pers di unit Penerangan yang ada di Koter, berkisar pada penyiapan personil dan pemberdayaannya dengan dukungan dana yang mungkin cukup besar. Tetapi bila dihadapkan pada keuntungan akan diperoleh jauh lebih besar dari resiko yang akan dihadapi. /22. Mendorong. . . . . . . .
22. Mendorong Fungsi Olah Raga. Keberadaan Pejabat TNI selaku pembina pengurus olah raga memang cukup baik dan memberikan nilai positif bagi kemajuan pembinaan olah raga secara keseluruhan di Tanah Air. Namun demikian ada kesan, bahwa selama ini semua pekerjaan diambil alih oleh TNI, sehingga perlu adanya pembatasan kegiatan pembinaan pada kegiatan yang memiliki relevansi dengan upaya meningkatkan profesionalisme prajurit itu sendiri. Peran Koter yang didukung oleh prajurit TNI dalam meningkatkan jiwa bela negara masyarakat seperti olah raga bela diri, pendaki gunung, pecinta alam, menembak, terjun payung dan lain sebagainya sangat sinergis dengan tuntutan profesialisme prajurit dalam menjalankan tugasnya. Mekanisme kegiatan pembianaan selain memanfaatkan personil Koter di daerah baik yang aktif maupun yang sudah purna tugas selaku tenaga pembina, maka secara organisasi dapat diserahkan kepada ormas binaan Koter yang ada di daerah. Sedangkan kegiatan pembinaannya perlu dikembangkan pada bentuk hiburan yang dapat memberikan rasa tertarik pada dunia keprajuritan seperti “ permainan keprajuritan “ yang telah dikembangkan di beberapa negara maju. Dengan demikian, maka selain mampu memberikan wadah untuk mendekatkan TNI dengan masyarakat di daerah juga dapat dijadikan wadah pembinaan akan kesadaran bela negara yang cukup baik. Karena secara tidak sadar sambil berprestasi dan menghibur diri, maka masyarakat diajak dekat dengan situasi keprajuritan yang mampu menciptakan rasa bangga akan negara dan bangsanya.
Sementara itu kegiatan prajurit dibidang olah raga diarahkan pada olah raga yang menunjang tugas pokok TNI sebagai prajurit seperti bela diri, menembak dan olah raga lainnya. Dalam bidang olah raga bela diri setiap prajurit TNI selain menguasai dengan baik salah satu bela diri juga harus mampu menjadi pelatih atau instruktur.
/Dengan. . . . . . . .
Dengan memiliki kemampuan yang handal dan mampu sebagai pelatih bela diri, maka setiap prajurit TNI yang akan bertugas di Koter akan tertunjang kemampuannya sebagai pembina masyarakat yang disegani. Sebab melalui pembinaan bela diri dapat diberikan materi pembinaan teritorial kepada masyarakat di di wilayah binaannya. Selain itu masyarakat akan segan dengan keberadaan setiap personil Koter di daerah yang selain memiliki kemampuan, juga berwibawa serta dibutuhkan oleh masyarakat. Di bidang olah raga menembak, prajurit TNI dapat menjadi pelopor dalam membina olah raga menembak di daerah, apabila setiap personil TNI yang bertugas dilingkungan Koter memiliki kemampuan menembak dan sebagai pelatih menembak dengan baik. Di masa yang akan datang olah raga menembak akan menjadi populer seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan kemajuan yang dicapai masyarakat di daerah. Kondisi ini sangat memungkinkan mengingat tuntutan setiap prajurit TNI harus mahir dalam menggunakan senjatanya akan sangat mendorong dengan tuntutan tugas pembinaan fungsi olah raga di daerah.
Olah raga lain yang perlu dikembangkan adalah olah raga yang ada relevansinya dengan profesi di lingkungan TNI seperti terjun payung, panjat tebing, berenang, dayung dan berbagai jenis cabang atletik. Selain kegiatan olah raga dalam cabang tersebut dapat mendorong untuk meningkatkan profesionalisme prajurit, juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pembinaan oleh Koter pada masyarakat. Sedangkan cabang olah raga umum seperti sepak bola, bola voli, bulu tangkis dan lain-lainnya, apabila dituntut untuk berprestasi, selain tidak mendukung peningkatan profesionalisme prajurit, juga dapat menimbulkan manipulasi dalam manajemen pembinaan prajurit di satuan yang sangat menyimpang dari tugas pokok satuan.
23. Mendorong Fungsi Sosial. Kegiatan TNI Manunggal yang dilaksanakan TNI selama ini secara fisik sangat dirasakan oleh masyarakat, sehingga kehadirannya sangat dibutuhkan. /Namun. . . . . . . .
Namun di lain pihak kegiatan tersebut dituduhkan oleh sebagian kelompok masyarakat sebagai upaya TNI untuk tetap eksis dalam masalah sosial politik, tanpa mau melihat apa visi dan misi TNI sebenarnya. Apabila dicermati secara mendalam apa makna dan hakekat TNI Manunggal selama ini, sebenarnya mampu memberikan nilai strategis dalam upaya TNI menjaga kemanunggalan TNI dan rakyat. Tetapi kenyataannya, masyarakat dengan sangat mudah mengingkari apa yang sebenarnya mereka sudah nikmati dari hasil jerih payah yang dilakukan prajurit-prajurit TNI selama ini. Hal ini disebabkan apa yang dilakukan dalam kegiatan TNI Manunggal hanya menyentuh kulit dari permasalahan yang dihadapi masyarakat di pedesaan dan hanya bersifat sesaat. Secara nyata patut diakui bahwa hasil pembangunan pisik yang dibuat dalam TNI Manunggal yang tersisa setelah sekian tahun hanya berupa monumen belaka dan itupun sirna tanpa bekas disapu oleh derasnya laju pembangunan di pedesaan beberapa waktu lalu.
Di masa depan kegiatan manunggal perlu ditinjau kembali dengan melihat sasarannya yang bersifat strategis, berskala besar dan memiliki manfaat dengan durasi yang panjang. Bidang yang dapat dikelola di daerah seperti masalah hutan yang belum dikelola dengan maksimal dan sebelum terlambat perlu adanya langkah yang tepat dan terpadu untuk mengelola hutan di daerah. Dalam jangka panjang apabila Koter melalui peran Departemen Pertahanan mampu meyakinkan Pemda selaku pelaksana otonomi untuk mengelola hutan menjadi perkebunan, maka akan dapat berdampak besar terhadap citra Koter di masa depan. Disamping memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, maka hutan yang berubah fungsi menjadi areal perkebunan akan memberikan tata ruang yang baik untuk pemanfaatan ruang pertahanan wilayah. Di lain pihak pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan sarana transportasi darat, agar dipelopori oleh Koter untuk merebut hati masyarakat yang dapat bernuansa luas dan menyeluruh.
/Patut. . . . . . . .
Patut diakui saat ini Koter sangat miskin akan penguasaan atas kedua sarana transportasi yang ada di daerah. Dengan penguasaan atas kedua prasarana transportasi tersebut selain menciptakan sistim transportasi yang baik dan memang sangat dibutuhkan saat ini, juga akan memberikan rasa aman kepada masyarakat yang selama ini sering terganggu oleh berbagai tindakan kriminal yang mengancam keselamatan mereka.
Kegiatan sosial lain yang memiliki relevansi dengan profesionalisme keprajuritan adalah kegiatan penyelamatan masyarakat dari bencana alam yaitu dalam wadah SAR. Kegiatan SAR selain sangat erat dengan profesi kemiliteran seperti kegiatan mengesan jejak, mencari titik sasaran di medan dan berbagai bentuk penyelamatan lainnya, juga akan sangat membantu masyarakat yang mengalami musibah bencana alam, kecelakaan dan lain sebagainya. Dengan kemampuan menguasai tehnik dan keterampilan SAR, maka Koter dapat menjadi tenaga kepelatihan bagi masyarakat dalam upaya untuk penyelamatan akibat bencana alam dan kasus kecelakaan lainnya. Mekanisme pembinaan terhadap masyarakat dapat ditempuh dengan kepelatihan langsung, pembinaan Kepramukaan dan latihan dasar keprajuritan bagi kelompok masyarakat tertentu yang membutuhkan. Dengan demikian keterlibatan setiap prajurit dari unsur Koter dalam pembinaan masyarakat untuk mendorong fungsi sosial memiliki relevansi dengan profesionalisme yang dimiliki oleh prajurit itu sendiri. Dengan demikian selain mampu memberikan sumbangan tenaga dan pikiran juga sekaligus dapat meningkatkan profesionalisme prajurit dalam bertugas. Hal ini jauh lebih baik dibanding mengerjakan tugas lainnya yang selain tidak dikuasai oleh prajurit, juga ada kesan telah mengambil alih fungsi dan peran instansi lain, serta tidak memiliki nilai tambah dalam peningkatan kemamampuan prajurit dalam mendukung pelaksanaan tugasnya.
/24. Piranti. . . . . . . .
24. Piranti Lunak. Kondisi piranti lunak yang mengatur keberadaan Koter di daerah sangat lemah, sehingga keterlibatan Koter dalam masalah pembinaan teritorial selalu dipertanyakan dan tidak ada landasan hukumnya. Mengkaitkan UUD 1945, Tap MRP nomor : VII Tahun 2000, UU No. 20/Tahun 1982 dan ketentuan lainnya memang dapat dijadikan sebagai alasan pembenar keberadaan Koter sebagai lembaga suprastruktur di daerah, tetapi keberadaannya tidak dilandasi dengan perundang-undangan yang kuat dan memberikan kewenangan dan tanggungjawab yang jelas. Hal ini perlu diupayakan mengingat di masa depan supremasi hukum akan ditegakan secara tegas. Di samping itu untuk mengantisipasi tuntutan masyarakat terhadap Koter dalam menjalankan tugas, karena keberadaan Koter tidak diakui memiliki azas legalitas. Dengan dilandasi oleh perundang-undangan yang jelas seperti dalam bentuk minimal undang-undang, maka piranti lunak yang lainnya dalam bentuk petunjuk operasional lainnya akan bisa dibuat dan mengacu pada kerja sama dengan instansi lainnya. Melalui piranti lunak tersebutlah dapat dituangkan berbagai bentuk kegiatan pembinaan fungsi dalam masyarakat yang perlu dorongan Koter di daerah. Dengan demikian maka setiap lembaga yang ada dan terkait dalam pembinaan fungsi dalam masyarakat di daerah dapat dibuatkan “memorandum of understanding” yang disepakati antar depatemen, sehingga ada pembagian secara tegas tentang kewenangan dan tugas masing-masing. Keberadaan Koter di daerah tidak lagi menjadi alat pemadam kebaran yang merasa semua harus ditangani, tetapi satupun tidak tertangani dengan baik pada akhirnya. Dengan adanya piranti lunak tersebut diharapkan semua instansi memiliki porsi yang jelas dan saling bertanggungjawab sesuai dengan bidangnya masing-masing. Berlaku azas kebersamaan, kesetaraan dan saling menghormati antarinstansi dan dengan yang lainnya. Pada akhirnya mekanisme kegiatan dalam membina teritorial dapat berjalan dengan baik.
/KESIMPULAN. . . . . . . .
KESIMPULAN DAN SARAN
25. Kesimpulan. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa upaya Koter dalam rangka mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah perlu ditinjau dan dirumuskan kembali sesuai dengan tuntutan tugas dan perkembangan masyarakat dimasa depan. Peninjauan dan perumusan tersebut perlu dilakukan untuk menyelaraskan antara tuntutan profesionalisme yang harus dimiliki oleh TNI dengan sumbangan tenaga dan pikiran oleh setiap prajurit Koter untuk mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah. Akan lebih tegas lagi apabila keterlibatan TNI dalam kegiatan mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial di daerah memiliki landasan hukum berupa perundang-undangan yang jelas. Konsekuansi dari hal diatas adalah TNI melalui unsur Koter yang ada di daerah harus meningkatkan profesionalisme setiap personilnya, sehingga hasil yang dicapai maksimal dan dirasakan oleh masyarakat manfaatnya. Materi pembinaan yang dilakukan Koter untuk mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial lebih selektif dan memiliki relevansi dengan profesionalisme yang ada pada prajurit.
26. Saran. Melalui pembahasan tersebut diatas, maka untuk dapat mengoptimalkan peran Koter di daerah dihadapkan dengan perkembangan di masa depan, khususnya dalam mendorong fungsi penerangan, olah raga dan sosial dapat disarankan hal-hal sebagai berikut :
a. Perlu ditingkatkan secara struktur dan kewenangan peran unsur penerangan Koter yang ada di daerah, yang selama ini hanya sekedar melaksanakan koordinasi dengan insan pers dan instansi lainnya, menjadi memiliki personil sebagai wartawan.
/Dengan . . . . . . .
Dengan kemampuan yang dimiliki dapat mencari data, menyusun tulisan dan mempublikasikan berbagai kebijaksanaan TNI yang menjadi wewenang Koter untuk disampaikan kepada masyarakat di daerah. Dan apabila memungkinkan Koter dengan kewenangan dan dukungan yang terbatas mampu membuat media tersendiri untuk meramaikan wahana penerangan di daerah.
b. Dalam pembinaan olah raga setiap personil TNI yang akan bertugas di Koter harus menguasai cabang olah raga tertentu untuk mendukung tugas pembinaan di daerah. Adapun cagang olah raga yang wajib adalah salah satu cabang bela diri, menembak, olah raga yang ada kaitannya dengan profesi kemiliteran seperti terjun payung, dayung dan lain sebagainya. Setiap markas satuan dapatnya membentuk wadah pembinaan dan menjadi pusat latihan berbagai jenis cabang olah raga. Disamping itu dapatnya setiap daerah di bentuk pusat kegiatan permainan keprajuritan yang memadukan unsur bisnis dengan rekreasi..
c. Dalam pembinaan fungsi sosial dapatnya kegiatan sosial yang dilakukan Koter memiliki relevansi dengan profesionalisme yang dimiliki oleh prajurit TNI. Kegiatan yang disarankan meliputi penetapan sasaran TMD yang bersifat strategis dan berskala besar, pembentukan unit SAR di setiap satuan, mendorong semangat bela negara melalui latihan kepramukaan dan latihan dasar keprajuritan serta setiap saat dapat memberikan bantuan kepada masyarakat yang mengalami musibah bencana alam.
/PENUTUP. . . . . . . .
PENUTUP
27. Demikian tulisan ini dibuat untuk dapatnya dijadikan sebagai bahan masukan kepada Komando Atasan, dengan harapan dimasa depan Koter tetap merupakan ujung tombak pembinaan potensi wilayah menjadi kekuatan juang yang handal, sehingga peran teritorial diterima keberadaannya oleh masyarakat secara proporsional.
Palangka Raya, 2 Desember 2000